..:: Al-Quran:::..

Bila belum siap melangkah lebih jauh dengan seseorang, cukup cintai ia dalam diam... kerana diammu itu adalah salah satu bukti cintamu padanya...kau ingin memuliakan dia, dengan tidak mengajaknya menjalin hubungan yang terlarang, kau tak mahu merosak kesucian dan penjagaan hatinya.

-al-'Asyiq


قُلْ سِيْرُوا فِى الَأَرْضِ فَانْظُرُوْا كَيْفَ بَدَأَ الخَلْقَ



" Tanda Kita kasih Kepada al-Qur'an Ialah Dengan Kita Membacanya, Beramal Dengannya, Memahami Tuntutan, Menjunjung Suruhan dan Meninggalkan Larangan-Nya.."

"...Sesungguhnya Allah Tidak Melihat Kepada Jasad dan Tidak Juga Kepada Rupa Paras Kamu, Tetapi Allah Taala Memandang Kepada Hati Kamu.." - Hadis Rasulullah SAW.

::..Baca dan Cintai al-Quran & Buku Demi RedhaNya Supaya Tergolong Dalam Orang-Orang Yang Berfikir..::

`::: HaDis :::


click to create your glitter text

Rasulullah SAW bersabda: " Barangsiapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memberi kemudahan baginya menuju syurga.."

~ Mutiara kata al Hikmah ~

" Allah menurunkan rahmat ilmu melalui lapar dan berpuasa. Sebaliknya kejahilan terjadi akibat perut yang sentiasa kenyang."

Sunday, January 19, 2014

PENGANTAR SYEKH FADHIL UNTUK TAFSIR AL-JAILANI


PENGANTAR SYEIKH FADHIL UNTUK TAFSIR AL-JAILANI (1)

Dalam mukaddimah Tafsir Al-Jailani, Syekh Dr. Muhammad Fadhil mengatakan: “Bagi para ilmuwan dan peneliti, urgensi dari penerbitan berbagai karya tulis Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani terletak pada keberhasilan sang Syaikh dalam menampilkan tasawuf sesungguhnya yang bersih dan mengikuti al-Qur`an dan Sunnah. Dalam tasawufnya, Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani sama sekali tidak keluar dari manhaj al-Qur`an dan Sunnah. Itulah sebabnya jumhur ulama bersepakat atas kesalehan dan kebenaran manhaj sang Syaikh. Mereka selalu mengakui kebenaran pelbagai pernyataan sang Syaikh, bahkan mereka menyebut nama sang Syaikh dengan gelar: as-Syaikh al-Abid az-Zahid, al-'Arif billâh, as-Sayyid asy-Syarif, asy-Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani Radhiyallâhu 'Anhu.

Dari sini saya menemukan keharusan untuk melakukan penelitian terhadap karya-karya tulisan sang Syaikh demi menghilangkan perselisihan yang terjadi di tengah umat Islam masa kini. Karena berbagai pernyataan Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani selalu penuh dengan hikmah, nasehat yang baik, dan perdebatan dengan cara yang baik.

Saya telah mengumpulkan sekian banyak catatan tentang pernyataan, suluk, dan perbuatan sang Syaikh demi menyerukan persatuan dan menghilangkan perselisihan di tengah umat Islam, sembari memperkenalkan mereka kepada tasawuf yang benar. Saya berniat untuk mempublikasikan catatan-catatan itu melalui buku saya yang akan datang yang berjudul: Nahr al-Qâdiriyyah.


Selain itu saya juga telah mengumpulkan beberapa pandangan para ulama baik yang dulu maupun yang sekarang, tentang Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani, yang akan saya publikasikan melalui sebuah buku lain yang berjudul "Ârâ` al-'Ulamâ` fî Haqq asy- Syaikh Abdul Qâdir al-Jailâniy". Saya juga telah memaparkan biografi sang Syaikh secara lengkap dalam pendahuluan buku yang berjudul "al-Futuwwah fî Kaifiyyah Akhdz al-'Ahd wa al-Bai'ah".

Kami sengaja menyebut "Karya Syaikh Al-Jailani" dan tidak menggunakan istilah "Tafsir Syaikh Al-Jailani", yang akan dijelaskan pada bagian mendatang. Dalam karyanya ini, Syaikh Al-Jailani menyusun surah dan ayat-ayat al-Qur`an secara berurut dengan menghubungkan satu dengan yang lain. Di setiap surah, ia membuat mukadimah yang disebut dengan istilah "Pendahuluan Surah" (fâtihah as-sûrah), lalu menutupnya dengan bagian penutup yang disebut dengan istilah "Penutup Surah" (khâtimah as-sûrah). Di bagian ini Syaikh Al-Jailani menempatkan ringkasan dari kandungan isi surah yang bersangkutan, meski biasanya Syaikh Al-Jailani mengisi bagian penutup ini dengan doa untuk seluruh umat Islam dan orang-orang yang hadir dalam majelis di saat dulu ia menyampaikan tafsir ini.

Hal lain yang terkenal dari Syaikh Al-Jailani adalah kedudukannya sebagai Imam di madrasah yang ia dirikan dan ia bina hingga memberi hasil yang baik. Syaikh Al-Jailani adalah salah satu tokoh awal yang menggugah para pemuda yang selalu melakukan dosa di masa itu. Ia mengembuskan semangat untuk kembali kepada Islam yang bersumber dari Kitabullah dan Sunnah Rasulullah. Dengan apa yang dilakukannya itu, Syaikh Al-Jailani telah menjadi pembuka jalan bagi kemunculan Shalahuddin al-Ayyubi rahimahullah. Dengan semangat yang ditumbuhkan oleh Syaikh Al-Jailani pada generasi masa itu, di tangan Shalahuddin al-Ayyubiy pasukan Islam berhasil menaklukkan bangsa Eropa serta membebaskan Baitul Maqdis dari cengkeraman mereka. Semua prestasi itu hanya dapat terwujud dengan membebaskan pemikiran dan ruh generasi muda dari segala bentuk kerusakan material, moral, dan intelektual, melalui pengaruh kuat dari semangat yang muncul di masa Syaikh Al-Jailani.

Bukankah semua ini hanya dapat terwujud dengan kembali kepada nilai-nilai Islam yang berasal dari Kitabullah melalui pembaruan keimanan, penguatan ketakwaaan, dan hubungan dengan Allah s.w.t.?!
Sungguh, Syaikh Al-Jailani dengan melakukan semua itu dalam berbagai aktivitas pengajaran, pengarahan, dan karya-karya tulisnya.”


PENGANTAR SYEKH FADHIL UNTUK TAFSIR AL-JAILANI (2)

Dalam mukaddimah Tafsir Al-Jailani, Syekh Dr. Muhammad Fadhil mengatakan: “Dalam kitab ini, Syaikh Al-Jailani tidak sekedar menafsirkan al-Qur`an dengan pola tafsir yang semata-mata mengandalkan ilmu dan pemahaman seperti yang lazim terdapat dalam pelbagai kitab tafsir lain, tetapi tafsir ini lebih banyak bertumpu pada pemaparan berbagai sugesti yang menghidupkan ruh serta dapat menumbuhkan ketakwaan di satu sisi, dan di sisi lain mampu mengikat murid dengan gurunya, sehingga sang guru dapat terus meningkatkan kualitas murid hingga mencapai derajat setinggi mungkin.

Itulah sebabnya karya tulis Syaikh Al-Jailani ini disebut "al-Fawâtih al-Ilâhiyyah wa al-Mafâtih al-Ghaibiyyah al-Muwadhdhihah li-l-Kalim al-Qur`âniyyah wa al-Hikam al-Furqâniyyah". Inilah sebuah karya otentik yang menjadi bentuk sumbangsih nyata dari seorang 'Alim Rabbaniy dan Quthb Rûhâniy, Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani Ridhwânullâh 'Alaih.

Lewat karya ini, Syaikh Al-Jailani ingin meletakkan kita di jantung karyanya yang sedang Anda pegang ini. Ia tidak menamakan kitab ini dengan istilah "penafsiran al-Qur`an", melainkan menyebutnya "al-Fawâtih al-Ilâhiyyah wa al-Mafâtih al-Ghaibiyyah al-Muwadhdhihah li-l-Kalim al-Qur`âniyyah wa al-Hikam al-Furqâniyyah". Maksudnya, dalam kitab ini Syaikh Al-Jailani berbicara tentang pelbagai pengaruh inspiratif yang berasal dari al-Qur`an terhadap dirinya yang nota bene adalah seorang ahli ibadah dan zuhud, yang selalu berupaya mendaki tangga kedekatan menuju Allah s.w.t.. Padahal kita tahu bahwa al-Qur`an memiliki sekian banyak inspirasi dan isyarat yang beragam bagi masing-masing orang, sesuai dengan kualitas mujahadah dan jihad yang dilakukannya untuk mencari keridhaan Allah, sebagaimana yang dinyatakan dalam ayat: "Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan Kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik." (QS. al-Ankabut: 69). Dalam ayat ini Allah tidak menggunakan kata "sabîl" dalam bentuk singular, melainkan menggunakan kata "subul" dalam bentuk plural. Maksudnya, masing-masing orang akan menangkap inspirasi dan isyarat tertentu dari al-Qur`an. Sementara efek dan stimulasi al-Qur`an terhadap tiap-tiap orang akan berbeda sesuai dengan tingkat spiritual (marhalah) yang dicapainya dan dengan seluruh aspek kehidupan yang dijalaninya.

Di sinilah berbagai pendapat berbeda akan muncul, yang bahkan terkadang saling bertentangan. Ada pendapat yang dekat dengan pengertian tekstual ayat al-Qur`an, tapi ada pula yang jauh darinya. Sebab al-Qur`an itu sendiri adalah laksana samudera tak bertepi. Di dalamnya terkandung berbagai khazanah berharga yang tak ternilai harganya: ada yang dapat dengan mudah langsung ditemukan dan ditentukan—seperti kandungan mengenai hukum dan hudud yang berhubungan dengan kehidupan dan kemasyarakatan—, namun ada pula yang tidak mudah untuk ditemukan dan ditentukan, sehingga hanya dapat diraih menggunakan ruh, cahaya, dan hidayah, sebagaimana yang dinyatakan oleh Allah dalam firman-Nya: "Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar daripadanya? Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan." (QS. al-An'am: 122); dan firman-Nya di ayat lain: "Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Qur'an) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al Qur'an) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Qur'an itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus." (QS. asy-Syura: 52).

Dengan kesadaran inilah maka Syaikh Al-Jailani kemudian menyatakan dalam mukadimah yang beliau tulis untuk para sahabatnya: "Saudara-saudaraku abqâkumullâh ta'âlâ, janganlah kalian mengecam saya atas apa yang saya lakukan; dan jangan pula kalian memaki saya disebabkan apa yang ingin saya capai..." Kemudian Syaikh Al-Jailani berkata: "yang saya harapkan dari saudara-saudara adalah agar kalian hanya melihat isi kitab ini menggunakan intuisi perenungan, bukan dengan logika pemikiran; menggunakan dzauq dan nurani, bukan menggunakan dalil dan argumentasi; serta menggunakan kasyf dan kejernihan, bukan mengandalkan kalkulasi ukuran-ukuran."

Rupanya Syaikh Al-Jailani ingin menjelaskan bahwa karyanya ini bukanlah tafsir seperti tafsir yang lain pada umumnya, melainkan adalah sebuah kompilasi inspirasi dan isyarat yang seiring dengan irama kehidupan, ruh, dan gerak yang muncul dari hati ahli ibadah yang selalu berhubungan dengan Allah azza wa jalla. Kesadaran inilah yang senantiasa berpadu baik dengan setiap gerak Syaikh Al-Jailani, maupun dengan diam hatinya yang selalu tenang bersama Allah. Karya tulis beliau ini menjadi manifestasi dari segenap perasaan, emosi, gerak, inspirasi, isyarat, dan curahan hati Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani.

Itulah sebabnya, seyogianya setiap pembaca kitab ini dapat memahami semua ini sebelum menyelami samudera luas ini agar tidak tenggelam atau tersesat. Khususnya berkenaan dengan bagian-bagian yang terkesan mendukung paham Wihdatul Wujud, padahal Syaikh Al-Jailani sama sekali tidak memiliki hubungan dengan aliran filasafat ini. 

Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa Syaikh Al-Jailani selalu menghidupkan Sunnah Rasulullah s.a.w.. Oleh sebab itu, jika di dalam tafsir ini terdapat pembahasan seputar Wihdatul Wujud atau yang semacam itu, maka sebenarnya itu adalah keterangan orang lain yang disusupkan ke dalam tulisan Syaikh Al-Jailani, karena Syaikh tidak pernah mengutip dari pendapat orang lain, kecuali hanya beberapa kali dari Sayyidina Ali r.a., Sayyidina Ibnu Abbas r.a., dan beberapa sahabat lain.

Dalam ayat-ayat tentang hukum (âyât al-ahkâm), Syaikh Al-Jailani menyebutkan secara singkat mengenai hukum fikih sambil terkadang menyampaikan peringatan tentang qiraat-nya. Berkenaan dengan masalah qiraat, Syaikh Al-Jailani tidak selalu mengikuti qiraat Imam Hafsh dan terkadang menggunakan beberapa jenis qiraat sekaligus tanpa menyebut sumbernya.”

--Syekh Dr. Muhammad Fadhil dalam pengantar pada Tafsir Al-Jailani


--Bagi yang ingin mempelajari lebih mendalam tentang makrifat dan hakikat dari Syekh Abdul Qadir Jailani, serta tafsir dari ayat-ayat Al-Quran dalam samudra tasawuf silahkan miliki Kitab Sirrul-Asrar terjemah KH Zezen ZA Bazul Asyhab (Rp 65.000) dan Tafsir Al-Jailani terjemah Tim Markaz Al-Jailani (2 jilid/6 Juz, hardcover, harga Rp 230.000). Belum termasuk ongkos kirim. Hubungi Ibu Ina, via SMS/WA: 08122476797. Bagi yang berada di Malaysia, silakan hubungi En. Alias Hashim 0192693677.


Diambil Dari Page : https://www.facebook.com/tasawufunderground

No comments: