..:: Al-Quran:::..

Bila belum siap melangkah lebih jauh dengan seseorang, cukup cintai ia dalam diam... kerana diammu itu adalah salah satu bukti cintamu padanya...kau ingin memuliakan dia, dengan tidak mengajaknya menjalin hubungan yang terlarang, kau tak mahu merosak kesucian dan penjagaan hatinya.

-al-'Asyiq


قُلْ سِيْرُوا فِى الَأَرْضِ فَانْظُرُوْا كَيْفَ بَدَأَ الخَلْقَ



" Tanda Kita kasih Kepada al-Qur'an Ialah Dengan Kita Membacanya, Beramal Dengannya, Memahami Tuntutan, Menjunjung Suruhan dan Meninggalkan Larangan-Nya.."

"...Sesungguhnya Allah Tidak Melihat Kepada Jasad dan Tidak Juga Kepada Rupa Paras Kamu, Tetapi Allah Taala Memandang Kepada Hati Kamu.." - Hadis Rasulullah SAW.

::..Baca dan Cintai al-Quran & Buku Demi RedhaNya Supaya Tergolong Dalam Orang-Orang Yang Berfikir..::

`::: HaDis :::


click to create your glitter text

Rasulullah SAW bersabda: " Barangsiapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memberi kemudahan baginya menuju syurga.."

~ Mutiara kata al Hikmah ~

" Allah menurunkan rahmat ilmu melalui lapar dan berpuasa. Sebaliknya kejahilan terjadi akibat perut yang sentiasa kenyang."

Friday, June 15, 2012

Yang Kusuka dari Jalaluddin Rumi (Diwani Syamsi Tabriz bagian 6)


Pertama, berikan mangkuk
pada kedirian yang cerewet sehingga daya
rasional tak lagi bicara.
Suatu kata rasionalitas terhalang, sebuah
semburan akan dating dan menghapus
segala fakta dunia dan tempat ini. 
(205)

Bintang gemintang, awan,
dan bentangan langit, jin, setan, dan malaikat,
serta segalanya, semua itu diciptakan untuk
kepentingan manusia. 
(213)

Aku berharap rohku
dapat menjadi korban bagi Cinta! Karena
sesungguhnya hanya ada satu tempat
bagi hati, ialah mi’raj ke langit.
 (216)

Dengarlah dari jantung misteri – misteri!
Pahamilah apa yang bias engkau pahami!
Dalam hati yang bagai batu bersemayam api
yang membakar segala selubung menuju
akar dan inti.
Tatkala semua telah terbakar, hati dapat
sepenuhnya memahami riwayat Khidir
dan ilmu Tuhan.
Cinta lama akan mengejawantahkan
bentuk – bentuk yang selalu baru di antara
roh dan hati.
Seketika Bentuk Dikau mengambil
tempat di dadaku  di manapun aku duduk,
di situlah Firdaus. 
(218)

Segala tekanan telah menjelma
kesetiaan, segala lumpur adalah kesucian!
Sifat – sifat kemanusiaan telah sirna, Sifat
– sifat Tuhan telah menjelma!
Segala lukisan telah pergi, seluruh lautan
menjadi biru! Seluruh kebanggaan telah
tiada, datanglah segala Keagungan! 
(219)


http://narasomanotebook.blogspot.com/2011/07/yang-kusuka-dari-jalaluddin-rumi-diwani_7772.html
Yang Kusuka dari Jalaluddin Rumi (Diwani Syamsi Tabriz bagian 5) 



Ketahuilah bahwa segala urusan
dan pekerjaan selain merenungkan Wajah
Tuhan di jalan ini, adalah kekafiran dan
pengingkaran atas Kebenaran. Seketika
Engkau tunjukkan Roman Muka, tercurilah
akal dari keyakinan.
Dalam setiap penjuru, roh Al – Hallaj melihat
tiang – tiang gantungan. Engkau telah
menjadikan roh gila dan hati menjadi
lautan. Bagaimana mungkin hati pergi
pada kekasih yang lain? 
(182)

Tatkala Engkau mempertontonkan
sebutir partikel Wajah-Mu, maka jubah darwis
maupun ikat pinggang Nasrani taka akan lagi
berada di  muka bumi.
Manakala Engkau tunjukkan Wajah-Mu
pada seseorang dalam dua dunia, ia
akan ditelan api dan tiada yang tersisa
kecuali kepedihan-Mu.
Jika Engkau lemparkan hijab yang menutupi
Wajah-Mu, tidak aka nada lagi jejak – jejak
wajah rembulan dan matahari.
Dengan anggur Cinta-Mu,
segala yang tertidur akan ditelan api. Tiada sesuatu
pun kecuali Engkau yang akan selalu
diselubungi rahasia.
 (183)

Karena demi memadamkan
kecemburuan, Tuhan mengajarkan pada
Adam nama – nama. Segalanya merupakan
Keseluruhan yang terselubung
bagian – bagian.
Kecemburuan mengarahkan pada
“yang lain”. Sesungguhnya tak ada yang
lain itu, tapi mengapa Tuhan Yang Maha Esa
menampakkan yang satu sebagai dua?
Mulut penuh dengan rahasia – rahasia dari
Yang Gaib. Lalu, apa yang
mencegahnya bicara? 
(184)

Kau berkata “Siang dan malam
aku selalu melakukan shalat.” Tapi
mengapa, wahai saudaraku, kata – katamu
bukanlah shalat?
 (187)

Baik kau menelan agama atau kekafiran,
kau tetap saja akan memuntahkannya bagai seekor
anjing. Sebab, keberagamaan dan
kekafiranmu nyata – nyata hanya karena iblis.
Hingga saat kematian yang bagai cuka busuk
mencengkeram tenggorokanmu, kau
akan meraung dan berteriak bagaikan
iblis berkumur!
Teruslah mengintari tempat roti
dan menjilati meja bagai seekor lalat. Maka
sampai hari kebangkitan, kau akan berada
dalam lingkaran iblis.
 (193)

Sibukkan dirimu dengan diri rohani!
Lalu jadilah rembulan – rembulan yang
menyembunyikan perawan – perawan yang
akan menampakkan teofani dari
balik jilbab mereka!
Meski kau akan kehilangan dirimu
dan dunia. Namun di luar dirimu sendiri dan
dunia, kau akan terkenal. 
(194)

Akal menelan bius dari tangan Cinta,
maka lihatlah kegilaannya!
Dan kini akal dan Cinta sama – sama gila.
Disebabkan cintanya pada sungai, danau
yang mengalir menjelma menjadi samudera.
Karena itu musnahlah ia.
Manakala ia mencapai Cinta akan tampak
baginya lautan darah.  Dan akal duduk di
tengah – tengah genangan darah.
Gelombang darah menerjang kepalanya,
melemparkannya dari enam penjuru arah.
Menuju Tanpa Arah.
Manakala ia telah sepenuhnya sirna, secepat
kilat ia mengambil tempat dalam Cinta.
Kemudian sirna hingga mencari tempat di
mana tak ada di langit dan di bumi.
 (200)

Biarkan pikiran pergi,
dan jangan bawa dia masuk ke dalam hati.
Sebab engkau telanjang, dan pikiran
adalah udara beku.
Engkau berpikir untuk bisa lari
dari derita dan kesusahan, padahal justru
pikiranmu itulah sesungguhnya yang
merupakan mata air kesusahan.
Ketahuilah bahwa bazaar Binaan Tuhan di
luar pikiran. Coba renungkan akibat – akibatnya,
duhai engkau yang dikuasai oleh api!
Lihatlah Jalan bagaimana bentuk – bentuk bisa
melayang. Dan perhatikan Aliran yang
menjalankan perputaran roda langit,
Keindahan Wajah bunga yang menjadikan
wajah – wajah hati membara bagai bunga –
bunga, itulah Sumber segala godaan.
Ia berasal dari dagu dan pipi para pecinta
yang menyala!
Beratus – ratus ribu burung terus terbang
dengan bahagia dari hakikat, inilah beratus
ribu anak panah yang terus meluncur
dari satu Busur.
 (203)


http://networkedblogs.com/k5VOn
Yang Kusuka dari Jalaluddin Rumi (Diwani Syamsi Tabriz bagian 4)



Mati tanpa cinta
adalah kematian terburuk dari segala
kematian. Tahukah, mengapa tiram
bergetar? Tentu karena mutiara. 
(151)

Jibril menari – nari karena cintanya
pada Keindahan Tuhan. Sedangkan Ifrit menari
karena citanya pada setan betina.
 (154)

 Perang di tengah - tengah makhluk,
kebencian di tengah - tengah semua kehidupan.
Semua dia letakkan selalu dalam keadaan
sebagai teman yang baik!
Dia berbicara manis dan mengalirkan kata - kata
pada bunga dan menjadikannya tertawa,
Dia menjadikannya sudut yang lembut
pada kabut dan membasahi matanya.
Dia berkata pada bunga,
"Perayaan adalah yang terbaik!" Dia berkata
pada kabut, "Menangis adalah yang
terbaik!" Tiada seorang pun menerima
nasihat dari orang lain.
Dia berkata kepada cabang, "Menarilah!",
pada dedaunan, "Bertepuklah!", pada langit,
"Berputarlah mengelilingi rumah
bumi yang besar ini!" 
(155)

Bertaudanlah pada Nabi
"Apapun yang Tuhan berikan padamu,
tentu punya arti!"
Jika kau senantiasa menanggung beban derita,
maka pintu surga akan terbuka.
Jika kesusahan menghampirimu, peluklah ia
bagai seorang kawan!
Jika datang siksa dari Tuhan Yang Tercinta,
cobalah sambut ia dengan mesra!
Lalu kesusahan akan melemparkan
topengnya. Maka menjelmalah hujan gula,
hingga lembutlah hati yang membara.
 (156)

Apapun yang kuterima
dari-Mu semua kuserahkan pada presepsi-Mu
semata, karena presepsi-Mu adalah
keagungan dalam gambaran Roman Muka.
Tidak, aku salah. Karena meski tidak semulia
presepsi-Mu, segala keindahan dan ke-
sahajaan dalam tiap presepsi adalah
pemberian-Mu juga. 
(157)

Dunia tanah dan air ini
adalah substansi dari keingkaran dan
kefanaan. Aku telah memasuki jantung
keingkaran supaya memperoleh keyakinan.
Raja dunia mencari seorang pecinta yang
seimbang. Dan beruntunglah, wajahku
bercahaya bagai koin emas sehingga aku
dapat memperoleh tempat dalam
Timbangan-Nya.
Kasih Tuhan adalah air yang hanya akan
menuju tanah yang rendah. Karena itu aku
ingin menjadi debu supaya bisa menjadi
objek Kasih-Nya dan dapat mencapai-Nya.
Hanya kepada yang sakitlah seorang dokter itu
memberi pil atau obat.
Karena itu aku ingin benar – benar sakit supaya
memperoleh Obat-Nya. 
(160)

Karena keindahan hanyalah
tipu daya, maka peganglah ujung cadar
kesusahan.
Di jalan ini, aku adalah pelacur
yang telah melepaskan cadar dari setiap
wajah keindahan. Mereka mengenakan cadar – cadar
yang menakutkan, karena itu kau menganggap
mereka adalah naga.
Tapi karena aku hidup dengan rohku, maka
kutempatkan naga – naga pada
singgasana yang mulia!
Demikian jika engkau hidup dengan rohmu,
maka dengarkan apa kata mereka!
Kesusahan tak pernah menghampiriku
tanpa tawa. Karena aku menganggap
sakit adalah obat.
Tiada sesuatupun yang lebih diberkati selain
kesusahan, karena ia adalah pahala
pada akhirnya.
Jika engkau menunjukkan kesatriaanmu,
maka tidak akan kau temukan sesuatu. Aku
akan diam, dan kubiarkan kesalahan
menjauhi mulutku. 
(162)

Tak peduli engkau suci atau tidak,
hendaknya jangan lari! Justru mendekatlah,
karena kedekatan dengan-Nya
menambah kesucian. 
(165)

Setiap hari, Tuhan membuatku terus gila.
Ia datang dengan beraneka ragam permainan.
Kusadari aku menjadi mainan-Nya yang
senantiasa dibikin bingung dalam
permainan-Nya. 
(168)

Apalah arti tempat yang luas ini
bagi seekor semut? Sulaiman sendiri
telah merobek jubah kerinduannya!
Duhai Tuhan, janganlah Engkau hukum aku
karena kiasan – kiasan hina ini!
Sebab jubah – jubah dipotong sesuai dengan
bentuk tubuh pemesannya. Meski kain
dari-Mu panjang, tapi tubuh mereka
pendek.
Karena itu bawakan padaku tubuh
yang tinggi menjulang. Maka akan kami
potong sebuah jubah yang luasnya tak
terukur oleh rembulan. 
(174)

Jika kau ingin melihat Tuhan
dalam Bayangan-Nya, maka tundukkan selalu
rohmu dalam sujud! 
(178)

Manakala teofani Keindahan
Tuhan bertambah, lihatlah atom demi atom
dari dunia mabuk. Dengan demikian kita
jadi paham kenapa Musa menjadi pingsan
tatkala hendak menyaksikan-Nya. 
(180)


http://narasomanotebook.blogspot.com/2011/07/yang-kusuka-dari-jalaluddin-rumi-diwani_06.html
Yang Kusuka dari Jalaluddin Rumi (Diwani Syamsi Tabriz bagian 2)



Jika matamu telah terbuka
bagi matahari persatuan, maka segeralah
datang pada Cakrawala Realitas – realitas.
Hentikan segala pembicaraan tentang bayang – bayang. 
(42)

Bebaskan diri kita dari harapan
mendapat surga dan ketakutan pada neraka!
Bebaslah kebanggaan para fakir dari malu
pada roh mereka sendiri! Hancurkan segala
lukisan dan gambar demi Tuhan Yang
Maha Melukis. Tuhan telah menumpahkan
seratus ribu darah!
Dengan api kebaikan abadi,
bakarlah roh – roh agar membara!
Tiada satu pun hasrat memahami rahasia –
rahasia keperkasaan-Mu kecuali dia yang
keluar dari pekerjaan rohani tanpa eksistensi,
musnah oleh kefakiran. 
(44)

Tentu saja, kegelisahan pikiran
adalah bentuk lain dari kecerdasan. Sebab
tidak bisa seseorang yang tenang dan
berpikiran cerdas disepadankan
dengan pemimpi yang tidur.
Selama burung berada di dalam sangkar, ia
menderita kepenatan. Jika sangkar telah
hancur, lalu apa yang terjadi?
Ketika akal hadir, nafs penuh dengan
kesalahan – kesalahan dikarenakan dosa.
Namun, manakala Akal sejati hadir, di
manakah dosa – dosa nafs?
 (48)

Ketika para malaikat bersujud kepadanya,
Adam berkata pada salah satu yang hanya
melihat kulit, “Makhluk dungu! Apakah kau
anggap diriku tiada lain hanya
jasad kerdil?” 
(50)

Jika dualitas sampai bersemayam
di hati dan roh walau sejengkal waktu, maka
akal akan mempertontonkan bahwa Adam
dan Hawa hanyalah nafs. (51)

jangan kau seperti Iblis,
hanya melihat air dan lumpur ketika
memandang Adam. Lihatlah di balik lumpur,
beratus – ratus ribu taman yang indah! 
(53)

Iblis melihat segala sesuatau dalam
keterpisahan. Karena itu dalam pandangannya
kita terpisah dari Tuhan. 
(54)

Tataplah dirimu sendiri walau sejenak!
Lihatlah isyarat dari keindahan
wajahmu sendiri!
Maka kau tidak akan tertidur seperti binatang
dalam kubangan lumpur jasad.
Karena itu kau dapat
menuju rumah kebahagiaan tempat
roh – roh bermesraan.
 (55)

Jasad itu sesungguhnya hanyalah
sebongkah tanah. Ia menjadi hidup hanya jika
ada roh yang memancarinya. 
(56)

Seandainya kau hanya jasad ini,
kau tidak akan mengerti tentang roh.
Padahal jika saja kau roh ini, kau
dapat tinggal dalam kebahagiaan. 
(57)

Barangsiapa yang menatap
seseorang yang menempuh jalan rohani
dengan matanya yang lemah, maka kau
harus menertawakan ketertipuan
kedua matanya!
 (58)

Jika saja Amanat Tuhan
tidak menyinari Bumi, aku akan penuh dosa,
dzalim seperti watak dunia.
Bukankah jalan dari kuburan menuju
firdaus begitu lempang, mengapa aku begitu
senang  dan betah di kuburan jasad ini?
Dan bukan kah ada jalan ke kiri dan ke kanan?
Mengapa aku seperti kebun berkawan
dengan angin utara dan selatan?
Bukankah ada Kebun Kemurahan, bagaimana
aku dapat berkembang? Jika bukan karena
karunia Tuhan, aku akan menjadi orang yang suka
mencampuri urusan orang! 
(59)


http://narasomanotebook.blogspot.com/2011/07/yang-kusuka-dari-jalaluddin-rumi-diwani.html
Yang Kusuka dari Jalaluddin Rumi (Diwani Syamsi Tabriz bagian 1)


Biarkan aku bercerita tentang
keajaiban – keajaiban Dikau, oh Cinta! Ijinkan
aku membuka pintu gaib dari makhluk,
dengan ucapan! 
(1)

Jika kau bukan seorang pecinta,
jangan pandang hidupmu adalah hidup.
Sebab, tanpa cinta segala perbuatan tidak
akan dihitung pada Hari Perhitungan nanti.
Setiap waktu yang berlalu tanpa Cinta, akan
menjelma menjadi wajah yang
memalukan di hadapan Tuhan.
 (8)

Barangsiapa melihat sesuatu
Pada sebab – sebab, maka dia akan menjadi
Pemuja bentujk. Namun orang yang mampu
menatap pada “Sebab Pertama”,maka dia
akan menemukan cahaya
yang memancarkan makna. 
(9)

Dunia manusia adalah batin
yang memiliki kemegahan. Karena itu wahai
sahabat, mungkinkah engkau menjadi
bijak, sementara yang relatif terus kau jadikan pujaan?
 (11)

Orang yang bijaksana melihat
ucapan bagaikan orang tua. Ia turun dari
langit, karena itu ia bukanlah sesuatu
yang tak berharga.
Ketika kau bicara dengan kata – kata kotor
maka sekian banyak kata hanya bernilai
satu. Namun bila kau bicara dengan baik maka satu kata akan memiliki nilai berlipat.
Ucapan akan terkuak bagi engkau yang
mampu membuka hijab. Sehingga kau
tahu bahwa ia adalah sifat –
sifat Tuhan Yang Maha Mencipta.
 (19)

Tuhan bergerak di mana – mana.
Ia juga hadir dalam tiap gerak. Namun Tuhan
tidak bisa ditunjuk dengan ini dan itu.
Sebab wajahnya terpantul dalam
keseluruhan ruang. Walaupun sebenarnya
Tuhan itu mengatasi ruang.
 (26)

Tak berwarna merupakan asal
segala warna. Tak berlukisan adalah asal dari
semua lukisan. Dan tanpa kata – kata
adalah asal dari segala kata. Itu semua
bagaikan tambang yang merupakan asal
dari logam. Karena itu saksikanlah!
 (27)

Kembalilah pada sejatimu,
wahai hati! Karena jauh di dalam dirimu wahai
hati, engkau akan menemukan jalan
menuju Yang Maha Tercinta.
 (29)

Pasukan manusia lahir dari negeri roh.
Akal menjadi penasehat dan hati menjadi
rajanya. Suatu ketika, hati ingat negeri roh.
Maka seluruh pasukan kembali
ke dunia keabadian. 
(32)

Meskipun kalian telah berbuat seratus kebaikan,
janganlah kalian pernah merasa aman dari
tipu daya ciptaan Tuhan. Jika ingin melihat
kepastian, basuhlah mata kalian.
Sebab tipu daya Tuhan begitu tak terkirakan,
sedang roh kalian hanya kesementaraan,
kapankah kalian menangkapnya secara hakiki.
 (35)

Duhai wujud roh bentuk!
Engkau telah mengahncurkan sekian
banyak pemberhalaan. Namun karena gambaran Dikau adalah
berhala, kami harus menjadi pemuja –
pemuja berhala.
 (38)

Burung  - burung kesadaran telah turun
dari langit dan telah terikat pada bumi sepanjang
dua atau tiga hari. Mereka merupakan
bintang – bintang di langit agama yang
dikirim dari langit ke bumi.
Demikian pentingnya penyatuan dengan
Tuhan secara sadar dan betapa
menderitanya keterpisahan dengan-Nya.
 (40)


http://narasomanotebook.blogspot.com/2011/07/yang-kusuka-dari-jalaluddin-rumi-bag-1.html
Rabi’ah al-Adawiyah, Sang Penyair Cinta


Tuhanku, tenggelamkan aku dalam samudera cintaMu….
A.   Biografi Rabi’ah Al Adawiyah
Rabi’ah Al Adawiyah memiliki nama asli Rabi’ah Al Adawiyah binti Ismail al Adawiyah al Bashriyah. Ia diberi nama oleh orang tuanya Rabi’ah karena merupakan anak ke empat dari empat bersaudara. Dalam bahasa Arab rabi’ah artinya ke empat. Rabi’ah lahir di kota Basrah tahun 94 H dan meninggal sekitar tahun 185 H serta dimakamkan di tempat itu juga.
.
Rabi’ah binti Ismail al-Adawiyah tergolong wanita sufi yang terkenal dalam sejarah Islam. Dia lahir dalam sebuah keluarga yang miskin dari segi kebendaan namun kaya dengan peribadatan kepada Allah. Ayahnya hanya bekerja mengangkut penumpang menyeberangi Sungai Dijlah dengan menggunakan sampan.
.
Pada akhir kurun pertama Hijrah, keadaan hidup masyarakat Islam dalam pemerintahan Bani Umaiyah yang sebelumnya terkenal dengan ketaqwaan telah mulai berubah. Pergaulan semakin bebas dan orang ramai berlumba-lumba mencari kekayaan. Justeru itu kejahatan dan maksiat tersebar luas. Pekerjaan menyanyi, menari dan berhibur semakin diagung-agungkan. Maka ketajaman iman mulai tumpul dan zaman hidup wara’ serta zuhud hampir lenyap sama sekali.
.
Namun begitu, Allah telah memelihara sebilangan kaum Muslimin agar tidak terjerumus ke dalam fitnah tersebut. Pada masa itulah muncul satu gerakan baru yang dinamakan Tasawuf Islami yang dipimpin oleh Hasan al-Bashri. Pengikutnya terdiri dari para lelaki dan wanita. Mereka menghabiskan masa dan tenaga untuk mendidik jiwa dan rohani mengatasi segala tuntutan hawa nafsu demi mendekatkan diri kepada Allah sebagai hamba yang benar-benar taat.
.
Bapa Rabi’ah merupakan hamba yang sangat bertaqwa, tersingkir daripada kemewahan dunia dan tidak pernah letih bersyukur kepada Allah. Dia mendidik anak perempuannya menjadi muslimah yang berjiwa bersih. Pendidikan yang diberikannya bersumberkan al-Quran semata-mata. Natijahnya Rabi’ah sendiri begitu gemar membaca dan menghayati isi al-Quran sehigga berjaya menghafal kandungan al-Quran. Sejak kecil lagi Rabi’ah sememangnya berjiwa halus, mempunyai keyakinan yang tinggi serta keimanan yang mendalam.
.
Menjelang kedewasaannya, kehidupannya menjadi serba sempit. Keadaan itu semakin buruk setelah beliau ditinggalkan ayah dan ibunya. Rabi’ah juga tidak terkecuali daripada ujian yang bertujuan membuktikan keteguhan iman. Ada riwayat yang mengatakan beliau telah terjebak dalam kancah maksiat. Namun dengan limpah hidayah Allah, dengan asas keimanan yang belum padam di hatinya, dia dipermudahkan oleh Allah untuk kembali bertaubat. Babak-babak taubat inilah yang mungkin dapat menyadar serta mendorong hati kita merasai cara yang sepatutnya seorang hamba bergantung harap kepada belas ihsan Tuhannya.
.
Begitulah keadaan kehidupan Rabi’ah yang ditakdirkan Allah untuk diuji dengan keimanan serta kecintaan kepada-Nya. Rabi’ah meninggal dunia pada 135 Hijrah iaitu ketika usianya menjangkau 80 tahun. Moga-moga Allah meridhoinya, amin!
.
B.   Konsep Ajaran Rabi’ah al Adawiyah
Rabi’ah adalah sufi pertama yang memperkenalkan ajaran Mahabbah (Cinta) Ilahi, sebuah jenjang (maqam) atau tingkatan yang dilalui oleh seorang salik (penempuh jalan Ilahi). Selain Rabi’ah al-Adawiyah, sufi lain yang memperkenalkan ajaran mahabbah adalah Maulana Jalaluddin Rumi, sufi penyair yang lahir di Persia tahun 604 H/1207 M dan wafat tahun 672 H/1273 M. Jalaluddin Rumi banyak mengenalkan konsep Mahabbah melalui syai’ir-sya’irnya, terutama dalam Matsnawi dan Diwan-i Syam-I Tabriz.
.
Sepanjang sejarahnya, konsep Cinta Ilahi (Mahabbatullah) yang diperkenalkan Rabi’ah ini telah banyak dibahas oleh berbagai kalangan. Sebab, konsep dan ajaran Cinta Rabi’ah memiliki makna dan hakikat yang terdalam dari sekadar Cinta itu sendiri. Bahkan, menurut kaum sufi, Mahabbatullah tak lain adalah sebuah maqam (stasiun, atau jenjang yang harus dilalui oleh para penempuh jalan Ilahi untuk mencapai ridla Allah dalam beribadah) bahkan puncak dari semua maqam. Hujjatul Islam Imam al-Ghazali misalnya mengatakan, “Setelah Mahabbatullah, tidak ada lagi maqam, kecuali hanya merupakan buah dari padanya serta mengikuti darinya, seperti rindu (syauq), intim (uns), dan kepuasan hati (ridla)”.
.
Rabi’ah telah mencapai puncak dari maqam itu, yakni Mahabbahtullah. Untuk menjelaskan bagaimana Cinta Rabi’ah kepada Allah, tampaknya agak sulit untuk didefinisikan dengan kata-kata. Dengan kata lain, Cinta Ilahi bukanlah hal yang dapat dielaborasi secara pasti, baik melalui kata-kata maupun simbol-simbol. Para sufi sendiri berbeda-beda pendapat untuk mendefinisikan Cinta Ilahi ini. Sebab, pendefinisian Cinta Ilahi lebih didasarkan kepada perbedaan pengalaman spiritual yang dialami oleh para sufi dalam menempuh perjalanan ruhaninya kepada Sang Khalik. Cinta Rabi’ah adalah Cinta spiritual (Cinta qudus), bukan Cinta al-hubb al-hawa (cinta nafsu) atau Cinta yang lain. Ibnu Qayyim al-Jauziyah (691-751 H) membagi Cinta menjadi empat bagian:
1. Mencintai Allah. Dengan mencintai Allah seseorang belum tentu selamat dari azab Allah, atau mendapatkan pahala-Nya, karena orang-orang musyrik, penyembah salib, Yahudi, dan lain-lain juga mencintai Allah.
2. Mencintai apa-apa yang dicintai Allah. Cinta inilah yang dapat menggolongkan orang yang telah masuk Islam dan mengeluarkannya dari kekafiran. Manusia yang paling Cintai adalah yang paling kuat dengan cinta ini.
3. Cinta untuk Allah dan kepada Allah. Cinta ini termasuk perkembangan dari mencintai apa-apa yang dicintai Allah.
4. Cinta bersama Allah. Cinta jenis ini syirik. Setiap orang mencintai sesuatu bersama Allah dan bukan untuk Allah, maka sesungguhnya dia telah menjadikan sesuatu selain Allah. Inilah cinta orang-orang musyrik.
Pokok ibadah, menurut Ibnu Qayyim, adalah Cinta kepada Allah, bahkan mengkhususkan hanya Cinta kepada Allah semata. Jadi, hendaklah semua Cinta itu hanya kepada Allah, tidak mencintai yang lain bersamaan mencintai-Nya. Ia mencintai sesuatu itu hanyalah karena Allah dan berada di jalan Allah.
.
Cinta sejati adalah bilamana seluruh dirimu akan kau serahkan untukmu Kekasih (Allah), hingga tidak tersisa sama sekali untukmu (lantaran seluruhnya sudah engkau berikan kepada Allah) dan hendaklah engkau cemburu (ghirah), bila ada orang yang mencintai Kekasihmu melebihi Cintamu kepada-Nya.
.
Abu Nashr as-Sarraj ath-Thusi mengatakan, cinta para sufi dan ma’rifat itu timbul dari pandangan dan pengetahuan mereka tentang cinta abadi dan tanpa pamrih kepada Allah. Cinta itu timbul tanpa ada maksud dan tujuan apa pun.
.
Apa yang diajarkan Rabi’ah melalui mahabbah-nya, sebenarnya tak berbeda jauh dengan yang diajarkan Hasan al-Bashri dengan konsep khauf (takut) dan raja’ (harapan). Hanya saja, jika Hasan al-Bahsri mengabdi kepada Allah didasarkan atas ketakutan masuk neraka dan harapan untuk masuk surga, maka mahabbah Rabi’ah justru sebaliknya. Ia mengabdi kepada Allah bukan lantaran takut neraka maupun mengharapkan balasan surga, namun ia mencinta Allah lebih karena Allah semata.
.
Rabi’ah seolah-olah tidak mengenali yang lain daripada Allah. Oleh itu dia terus-menerus mencintai Allah semata-mata. Dia tidak mempunyai tujuan lain kecuali untuk mencapai keredaan Allah. Rabi’ah telah mempertalikan akalnya, pemikirannya dan perasaannya hanya kepada akhirat semata-mata. Dia sentiasa meletakkan kain kapannya di hadapannya dan sentiasa membelek-beleknya setiap hari.
.
Menurut kaum sufi, proses perjalanan ruhani Rabi’ah telah sampai kepada maqam mahabbah dan ma’rifat. Namun begitu, sebelum sampai ke tahapan maqam tersebut, Rabi’ah terlebih dahulu melampaui tahapan-tahapan lain, antara lain tobat, sabar dan syukur. Tahapan-tahapan ini ia lampaui seiring dengan perwujudan Cintanya kepada Tuhan. Tapi pada tahap tertentu, Cinta Rabi’ah kepada Tuhannya seakan masih belum terpuaskan, meski hijab penyaksian telah disibakkan. Oleh karena itu, Rabi’ah tak henti-hentinya memohon kepada Kekasihnya itu agar ia bisa terus mencintai-Nya dan Dia pun Cinta kepadanya. Hal ini sesuai dengan firman Allah: “Dia mencintai mereka dan mereka mencintai-Nya” (QS. 5: 59).
.
C.     Karya-Karya Rabi’ah al Adawiyah

Syair Rabi’ah Al Adawiyah

  • Tuhanku, tenggelamkan aku dalam samudera cintaMu
    Hingga tak ada sesuatupun yang menggangguku dalam jumpaMu
    Tuhanku, bintang-gemintang berkelap-kelip
    Manusia terlena dalam buai tidur lelap
    Pintu-pintu istana pun telah rapat tertutup
    Tuhanku, demikian malampun berlalu
    Dan inilah siang datang menjelang
    Aku menjadi resah gelisah
    Apakah persembahan malamku Kau Terima
    Hingga aku berhak mereguk bahagia
    Ataukah itu Kau Tolak, hingga aku dihimpit duka,
    Demi kemahakuasaan-Mua
    Inilah yang akan selalu ku lakukan
    Selama Kau Beri aku kehidupan
    Demi kemanusiaan-Mu,
    Andai Kau Usir aku dari pintuMu
    Aku tak akan pergi berlalu
    Karena cintaku padaMu sepenuh kalbu
.
  • Ya Allah, apa pun yang akan Engkau
    Karuniakan kepadaku di dunia ini,
    Berikanlah kepada musuh-musuhMu
    Dan apa pun yang akan Engkau
    Karuniakan kepadaku di akhirat nanti,
    Berikanlah kepada sahabat-sahabatMu
    Karena Engkau sendiri, cukuplah bagiku
.
  • Aku mengabdi kepada Tuhan
    Bukan karena takut neraka
    Bukan pula karena mengharap masuk surga
    Tetapi aku mengabdi,
    Karena cintaku padaNya
    Ya Allah, jika aku menyembahMu
    Karena takut neraka, bakarlah aku di dalamnya
    Dan jika aku menyembahMu
    Karena mengharap surga, campakkanlah aku darinya
    Tetapi, jika aku menyembahMu
    Demi Engkau semata,
    Janganlah Engkau enggan memperlihatkan keindahan wajahMu
  • Yang abadi padaku
.
  • Ya Allah
    Semua jerih payahku
    Dan semua hasratku di antara segala
    Kesenangan-kesenangan
    Di dunia ini, adalah untuk mengingat Engkau
    Dan di akhirat nanti, diantara segala kesenangan
    Adalah untuk berjumpa denganMu
    Begitu halnya dengan diriku
    Seperti yang telah Kau katakana
    Kini, perbuatlah seperti yang Engkau Kehendaki
.
  • Aku mencintaiMu dengan dua cinta
    Cinta karena diriku dan cinta karena diriMu
    Cinta karena diriku, adalah keadaan senantiasa mengingatMu
    Cinta karena diriMu, adalah keadaanMu mengungkapkan tabir
    Hingga Engkau ku lihat
    Baik untuk ini maupun untuk itu
    Pujian bukanlah bagiku
    BagiMu pujian untuk semua itu
.
  • Buah hatiku, hanya Engkau yang kukasihi
    Beri ampunlah pembuat dosa yang datang kehadiratMu
    Engkaulah harapanku, kebahagiaan dan kesenanganku
    Hatiku telah enggan mencintai selain dari Engkau
.
  • Hatiku tenteram dan damai jika aku diam sendiri
    Ketika Kekasih bersamaku
    CintaNya padaku tak pernah terbagi
    Dan dengan benda yang fana selalu mengujiku
    Kapan dapat kurenungi keindahanNya
    Dia akan menjadi mihrabku
    Dan rahasiaNya menjadi kiblatku
    Bila aku mati karena cinta, sebelum terpuaskan
    Akan tersiksa dan lukalah aku di dunia ini
    O, penawar jiwaku
    Hatiku adalah santapan yang tersaji bagi mauMu
    Barulah jiwaku pulih jika telah bersatu dengan Mu
    O, sukacita dan nyawaku, semoga kekallah
    Jiwaku, Kaulah sumber hidupku
    Dan dariMu jua birahiku berasal
    Dari semua benda fana di dunia ini
    Dariku telah tercerah
    Hasratku adalah bersatu denganMu
    Melabuhkan rindu
.
  • Sendiri daku bersama Cintaku
    Waktu rahasia yang lebih lembut dari udara petang
    Lintas dan penglihatan batin
    Melimpahkan karunia atas doaku
    Memahkotaiku, hingga enyahlah yang lain, sirna
    Antara takjub atas keindahan dan keagunganNya
    Dalam semerbak tiada tara
    Aku berdiri dalam asyik-masyuk yang bisu
    Ku saksikan yang datang dan pergi dalam kalbu
    Lihat, dalam wajahNya
    Tercampur segenap pesona dan karunia
    Seluruh keindahan menyatu
    Dalam wajahNya yang sempurna
    Lihat Dia, yang akan berkata
    “Tiada Tuhan selain Dia, dan Dialah Yang maha Mulia.”
.
  • Rasa riangku, rinduku, lindunganku,
    Teman, penolong dan tujuanku,
    Kaulah karibku, dan rindu padaMu
    Meneguhkan daku
    Apa bukan padaMu aku ini merindu
    O, nyawa dan sahabatku
    Aku remuk di rongga bumi ini
    Telah banyak karunia Kau berikan
    Telah banyak..
    Namun tak ku butuh pahala
    Pemberian ataupun pertolongan
    CintaMu semata meliput
    Rindu dan bahagiaku
    Ia mengalir di mata kalbuku yang dahaga
    Adapun di sisiMu aku telah tiada
    Kau bikin dada kerontang ini meluas hijau
    Kau adalah rasa riangku
    Kau tegak dalam diriku
    Jika akku telah memenuhiMu
    O, rindu hatiku, aku pun bahagia
.
  • Ya Allah, jika aku menyembah-Mu,
    karena takut pada neraka,
    maka bakarlah aku di dalam neraka.
    Dan jika aku menyembah-Mu karena mengharapkan surga,
    campakkanlah aku dari dalam surga.
    Tetapi jika aku menyembah-Mu, demi Engkau,
    janganlah Engkau enggan memperlihatkan keindahan wajah-Mu,
    yang Abadi kepadaku.
.
D.  Kisah Kezuhudan Rabi’ah al Adawiyah
Sebagaimana yang banyak ditulis dalam biografi Rabi’ah al-Adawiyah, wanita suci ini sama sekali tidak memikirkan dirinya untuk menikah. Sebab, menurut Rabi’ah, jalan tidak menikah merupakan tindakan yang tepat untuk melakukan pencarian Tuhan tanpa harus dibebani oleh urusan-urusan keduniawian. Padahal, tidak sedikit laki-laki yang berupaya untuk mendekati Rabi’ah dan bahkan meminangnya. Di antaranya adalah Abdul Wahid bin Zayd, seorang sufi yang zuhud dan wara. Ia juga seorang teolog dan termasuk salah seorang ulama terkemuka di kota Basrah.
.
Abdul Wahid bin Zayd sempat mencoba meminang Rabi’ah. Tapi lamaran itu ditolaknya dengan mengatakan, “Wahai laki-laki sensual, carilah perempuan sensual lain yang sama dengan mereka. Apakah engkau melihat adanya satu tanda sensual dalam diriku?”
Laki-laki lain yang pernah mengajukan lamaran kepada Rabi’ah adalah Muhammad bin Sulaiman al-Hasyimi, seorang Amir Abbasiyah dari Basrah (w. 172 H). Untuk berusaha mendapatkan Rabi’ah sebagai istrinya, laki-laki itu sanggup memberikan mahar perkawinan sebesar 100 ribu dinar dan juga memberitahukan kepada Rabi’ah bahwa ia masih memiliki pendapatan sebanyak 10 ribu dinar tiap bulan. Tetapi dijawab oleh Rabi’ah, ”Aku sungguh tidak merasa senang bahwa engkau akan menjadi budakku dan semua milikmu akan engkau berikan kepadaku, atau engkau akan menarikku dari Allah meskipun hanya untuk beberapa saat.”
.
Dalam kisah lain disebutkan, ada laki-laki sahabat Rabi’ah bernama Hasan al-Bashri yang juga berniat sama untuk menikahi Rabi’ah. Bahkan para sahabat sufi lain di kota itu mendesak Rabi’ah untuk menikah dengan sesama sufi pula. Karena desakan itu, Rabi’ah lalu mengatakan, “Baiklah, aku akan menikah dengan seseorang yang paling pintar di antara kalian.” Mereka mengatakan Hasan al-Bashri lah orangnya.” Rabi’ah kemudian mengatakan kepada Hasan al-Bashri, “Jika engkau dapat menjawab empat pertanyaanku, aku pun akan bersedia menjadi istrimu.” Hasan al-Bashri berkata, “Bertanyalah, dan jika Allah mengizinkanku, aku akan menjawab pertanyaanmu.”
“Pertanyaan pertama,” kata Rabi’ah, “Apakah yang akan dikatakan oleh Hakim dunia ini saat kematianku nanti, akankah aku mati dalam Islam atau murtad?” Hasan menjawab, “Hanya Allah Yang Maha Mengetahui yang dapat menjawab.”
“Pertanyaan kedua, pada waktu aku dalam kubur nanti, di saat Malaikat Munkar dan Nakir menanyaiku, dapatkah aku menjawabnya?” Hasan menjawab, “Hanya Allah Yang Maha Mengetahui.” “Pertanyaan ketiga, pada saat manusia dikumpulkan di Padang Mahsyar di Hari Perhitungan (Yaumul Hisab) semua nanti akan menerima buku catatan amal di tangan kanan dan di tangan kiri. Bagaimana denganku, akankah aku menerima di tangan kanan atau di tangan kiri?” Hasan kembali menjawab, “Hanya Allah Yang Maha Tahu. “Pertanyaan terakhir, pada saat Hari Perhitungan nanti, sebagian manusia akan masuk surga dan sebagian lain masuk neraka. Di kelompok manakah aku akan berada?” Hasan lagi-lagi menjawab seperti jawaban semula bahwa hanya Allah saja Yang Maha Mengetahui semua rahasia yang tersembunyi itu.
.
Selanjutnya, Rabi’ah mengatakan kepada Hasan al-Bashri, “Aku telah mengajukan empat pertanyaan tentang diriku, bagaiman aku harus bersuami yang kepadanya aku menghabiskan waktuku dengannya?” Dalam penolakannya itu pula, Rabi’ah lalu menyenandungkan sebuah sya’ir yang cukup indah.
.
Damaiku, wahai saudara-saudaraku,
Dalam kesendirianku,
Dan kekasihku bila selamanya bersamaku,
Karena cintanya itu,
Tak ada duanya,
Dan cintanya itu mengujiku,
Di antara keindahan yang fana ini,
Pada saat aku merenungi Keindahan-Nya,
Dia-lah “mirabku”, Dia-lah “kiblatku”,
Jika aku mati karena cintaku,
Sebelum aku mendapatkan kepuasaanku,
Amboi, alangkah hinanya hidupku di dunia ini,
Oh, pelipur jiwa yang terbakar gairah,
Juangku bila menyatu dengan-Mu telah melipur jiwaku,
Wahai Kebahagiaanku dan Hidupku selamanya,
Engkau-lah sumber hidupku,
Dan dari-Mu jua datang kebahagiaanku,
Telah kutanggalkan semua keindahan fana ini dariku,
Harapku dapat menyatu dengan-Mu,
Karena itulah hidup kutuju.
.
Allah adalah teman sekaligus Kekasih dirinya, sehingga ke mana saja Rabi’ah pergi, hanya Allah saja yang ada dalam hatinya. Ia mencintai Allah dengan sesungguh hati dan keimanan. Karena itu, ia sering jadikan Kekasihnya itu sebagai teman bercakap dalam hidup. Dalam salah satu sya’ir berikut jelas tergambar bagaimana Cinta Rabi’ah kepada Teman dan Kekasihnya itu:
.
Kujadikan Engkau teman bercakap dalam hatiku,
Tubuh kasarku biar bercakap dengan yang duduk.
Jisimku biar bercengkerama dengan Tuhanku,
Isi hatiku hanya tetap Engkau sendiri.
.
Rabi’ah tak putus-putusnya berdoa dan bermunajat kepada Allah. Bahkan dalam doanya itu ia berharap agar tetap mencintai Allah hingga Allah memenuhi ruang hatinya. Doanya:

Tuhanku, malam telah berlalu dan
siang segera menampakkan diri.
Aku gelisah apakah amalanku Engkau terima,
hingga aku merasa bahagia,
Ataukah Engkau tolak hingga sehingga aku merasa bersedih,
Demi ke-Maha Kuasaan-Mu, inilah yang akan kulakukan.
Selama Engkau beri aku hayat,
sekiranya Engkau usir dari depan pintu-Mu,
aku tidak akan pergi karena cintaku pada-Mu,
telah memenuhi hatiku.
Cinta bagi Rabi’ah telah mempesonakan dirinya hingga ia telah melupakan segalanya selain Allah. Tapi bagi Rabi’ah, Cinta tentu saja bukan tujuan, tetapi lebih dari itu Cinta adalah jalan keabadian untuk menuju Tuhan sehingga Dia ridla kepada hamba yang mencintai-Nya. Dan dengan jalan Cinta itu pula Rabi’ah berupaya agar Tuhan ridla kepadanya dan kepada amalan-amalan baiknya. Harapan yang lebih jauh dari Cintanya kepada Tuhan tak lain agar Tuhan lebih dekat dengan dirinya, dan kemudian Tuhan sanggup membukakan hijab kebaikan-Nya di dunia dan juga di akhirat kelak. Ia mengatakan, dengan jalan Cinta itu dirinya berharap Tuhan memperlihatkan wajah yang selalu dirindukannya. Dalam sya’irnya Rabi’ah mengatakan:
.
Aku mencintai-Mu dengan dua macam Cinta,
Cinta rindu dan Cinta karena Engkau layak dicinta,
Dengan Cinta rindu,
kusibukan diriku dengan mengingat-ingat-Mu selalu,
Dan bukan selain-Mu.
Sedangkan Cinta karena Engkau layak dicinta,
di sanalah Kau menyingkap hijab-Mu,
agar aku dapat memandangmu.
Namun, tak ada pujian dalam ini atau itu,
segala pujian hanya untuk-Mu dalam ini atau itu..