..:: Al-Quran:::..

Bila belum siap melangkah lebih jauh dengan seseorang, cukup cintai ia dalam diam... kerana diammu itu adalah salah satu bukti cintamu padanya...kau ingin memuliakan dia, dengan tidak mengajaknya menjalin hubungan yang terlarang, kau tak mahu merosak kesucian dan penjagaan hatinya.

-al-'Asyiq


قُلْ سِيْرُوا فِى الَأَرْضِ فَانْظُرُوْا كَيْفَ بَدَأَ الخَلْقَ



" Tanda Kita kasih Kepada al-Qur'an Ialah Dengan Kita Membacanya, Beramal Dengannya, Memahami Tuntutan, Menjunjung Suruhan dan Meninggalkan Larangan-Nya.."

"...Sesungguhnya Allah Tidak Melihat Kepada Jasad dan Tidak Juga Kepada Rupa Paras Kamu, Tetapi Allah Taala Memandang Kepada Hati Kamu.." - Hadis Rasulullah SAW.

::..Baca dan Cintai al-Quran & Buku Demi RedhaNya Supaya Tergolong Dalam Orang-Orang Yang Berfikir..::

`::: HaDis :::


click to create your glitter text

Rasulullah SAW bersabda: " Barangsiapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memberi kemudahan baginya menuju syurga.."

~ Mutiara kata al Hikmah ~

" Allah menurunkan rahmat ilmu melalui lapar dan berpuasa. Sebaliknya kejahilan terjadi akibat perut yang sentiasa kenyang."

Wednesday, January 22, 2014

FIRMAN TUHAN UNTUK HATI YANG GUNDAH


“Wahai anak Adam! Siapa yang bersedih karena dunia, hal itu hanya akan menjauhkannya dari Allah. Di dunia dia lelah, di akhirat mendapat susah. Allah akan membuat hatinya selalu risau, selalu sibuk berkepanjangan, miskin tak pernah bisa kaya, dan selalu diliputi oleh angan-angan.

Wahai anak Adam! Umurmu setiap hari berkurang, tapi engkau tidak mengetahui, Setiap hari Aku datang membawa rezekimu, tapi engkau tak pernah puas dengan yang sedikit, dan tak pernah kenyang dengan harta yang banyak.

Wahai anak Adam! Setiap hari aku berikan rezeki padamu. Sementara setiap malam para malaikat datang pada-Ku membawa amal burukmu. Engkau makan rezeki-Ku, tapi engkau bermaksiat kepada-Ku. Engkau berdoa kepada-Ku, maka akan Aku kabulkan. Kebaikan-Ku tercurahkan untukmu, tetapi kejahatanmy yang sampai kepada-Ku. Sebaik-baik kekasihmu adalah Aku. Sedangkan seburuk-buruk hamba-Ku adalah engkau. Engkau lepaskan apa yang Kuberikan padamu. Kututupi keburukanmu setelah sebelumnya terbuka. Aku malu padamu, tetapi engkau tak pernah malu pada-Ku. Engkau melupakan-Ku dan mengingat yang lain. Engkau merasa takut pada manusia, dan merasa aman dari-Ku. Engkau takut pada murka mereka dan tidak takut dengan murka-Ku.”

----Hadis Qudsi, dikutip dari kitab Kimiya As-Sa’adah karya Imam






CERITA SUFI

Suatu hari,Sufyan Ats-Tsauri berdoa di dekat Rabiah Adawiyah.Dia berdoa,"Ya Allah,semoga Engkau meridhaiku." Lalu,Rabi'ah berkata,"Apakah kau tak malu meminta Allah ridha kepada-Mu sedangkan kau sendiri tak ridha kepada-Nya?" Maka,Sufyan mengatakan,"Astaghfirullah."

Ja'far Sulaiman Adh-Dhuba'i bertanya kepada Rabi'ah,"Kapan seorang hamba dikatakan ridha kepada Tuhannya?" Lalu Rabiah menjawab,"Jika rasa bahagianya di saat mendapat musibah sama dengan bahagianya ketika mendapat anugerah."

Seperti juga dikatakan oleh Fudhail bin Iyadh,"Jika di saat diberi atau ditolak permintaan seseorang tidak berbeda sikap,ia adalah orang yang ridha kepada Allah."


MENGETUK PINTU ALLAH

"Ketahuilah hai Fulan, janganlah engkau bermaksiat, karena bisa menyebabkan macetnya rezeki. Bertobatlah kepada Allah. Jika tidak diterima, mintalah pertolongan kepada-Nya. Lalu ucapkanlah 'Ya Allah, kami telah berbuat aniaya atas diri kami. Jika Kau tidak mengampuni dan mengasihi kami, niscaya kami termasuk orang yang merugi.'(QS Al-Araf:23).Janganlah kau seperti orang yang telah berusia 40 tahun, tetapi tidak pernah sekali pun mengetuk pintu Allah."

---Ibnu Atha'illah dalam Taj Al-Arus

Sahabatku, kata hikmah di atas sungguh menjelaskan hakikat lain yang harus diketahui dan diamalkan oleh kita bersama, yakni bahwa maksiat akan menghalangi rezeki kita, karena itu kita wajib bertobat dan berserah diri kepada Allah. Rasulullah SAW bersabda, "Tidak menambah usia kecuali amal kebaikan dan tidak menangkal takdir kecuali doa. Seseorang terhalang dari rezeki lantaran dosa yang dikerjakannya."(H.R. Ibnu Majah dan Ahmad)

Rasulullah SAW juga bersabda,"Apa yang tersedia di sisi Allah tidak dapat diraih dengan murka-Nya." (H.R. Al-Hakim, At-Thabrani dan Al-Haitsami)



JAMINAN ALLAH UNTUK KITA

Al-Makki mengatakan bahwa orang yang tidak berpegang teguh pada jaminan Tuhan Yang Maha Pemurah,tidak percaya pada kemurahan Allah SWT,dan tidak yakin atas janji Allah,niscaya tidak akan merasakan kemantapan iman dalam kalbunya.

Rasulullah SAW bersabda,"Barangsiapa yang mengarahkan tujuan hidupnya menuju Allah,maka Allah telah mencukupkan segala kebutuhan hidup dan rezekinya dari sumber yang tidak pernah dipikirkannya.Dan,barangsiapa yang mengarahkan hidupnya menuju dunia,Allah akan mewakilkan segala kebutuhan hidup dan rezekinya pada dunia,"(H.R.Ibnu Majah)

Allah SWT berfirman,"Dan,di langit terdapat (sebab-sebab) rezekimu dan terdapat (pula) apa yang dijanjikan kepadamu.Maka demi Tuhan langit dan bumi,sesungguhnya yang dijanjikan itu adalah benar-benar (akan terjadi) seperti perkataan yang kamu ucapkan,"(Q.S.51:22-23).



3 KENISCAYAAN MENURUT IMAM ALI

Imam Ali bin Abi Thalib k.w. mengatakan:

1.“Silahkan berbuat baik kepada orang yang engkau kehendaki niscaya engkau akan menjadi rajanya.
2.Mintalah kepada orang yang engkau kehendaki niscaya engkau akan menjadi tawanannya.
3.Merasa cukuplah dengan apa yang engkau miliki dengan tidak meminta kepada orang yang engkau kehendaki, niscaya engkau menjadi orang kaya seperti dirinya.”
Dalam sebuah hadis disebutkan,


“Barangsiapa mencintai sesuatu dia akan menjadi tawanannya.”
Imam Ali k.w. mengatakan,”Aku adalah tawanan orang yang pernah mengajarjab aku satu huruf.Jika menghendaki, ia bisa menjualku; dan ia juga bisa memerdekakanku.”
----Imam Nawawi Al-Bantan dalam Nashaihul Ibad


GEJOLAK HATI MELEBIHI AIR YANG MENDIDIH

Ibnu Atha'illah berkata, "Rasulullah SAW. bersabda, 'Hati manusia lebih bergolak daripada kuali yang sedang mendidih di atas api.'" (HR Ahmad dan Al-Hakim). Betapa banyak manusia yang kadang-kadang hatinya menyatu dengan Allah, tetapi sebentar kemudian berpisah. Betapa banyak yang menghabiskan malamnya dalam ketaatan kepada Allah, tetapi ketika matahari terbit, ia tak ingat lagi kepada-Nya. Hati sama seperti mata. Bukan keseluruhan mata yang bisa melihat, melainkan bagian lensanya saja. Begitu pun keadaan hati. Jadi, bagian hati yang memandang bukanlah bagian lahiriahnya yang berupa gumpalan daging, melainkan unsur lembut yang Allah lekatkan di dalamnya. Unsur itulah yang bisa memandang dan menangkap. Sengaja Allah tempatkan hati bergantung di dada bagian kiri seperti ember. Kalau dibebani oleh syahwat, ia akan bergerak dan kalau dibebani ketakwaan ia juga akan bergerak. Kadang-kadang lintasan nafsu atau syahwat yang lebih dominan dan kadang-kadang lintasan takwa yang lebih dominan. Karena itulah kadang-kadang hati menyadari dan menerima karunia Allah dan kekuasaan-Nya. Kadang-kadang pada saat tertentu lintasan nafsu dapat dikendalikan dan dikalahkan oleh lintasan takwa sehingga hati pun memujimu. Tetapi, di saat lain lintasan takwa dikalahkan lintasan nafsu sehingga hati pun mencelamu. Kedudukan hati bagaikan atap rumah. Bila kau menyalakan api dalam rumah, asapnya akan membumbung ke atap hingga membuatnya hitam. Seperti itu pulalah api syahwat. Kalau api syahwat berkobar dalam tubuh, asap-asap dosanya akan naik memenuhi hati dan menghitamkannya.

--Ibnu Atha'illah dalam Taj Al-'Arus


OBAT HATI DARI SYEKH ABDUL QADIR JAILANI

“Hati itu berkarat kecuali apabila pemiliknya rajin merawatnya seperti yang disebutkan oleh sabda Rasulullah SAW, “Sesungguhnya hati itu dapat berkarat dan yang dapat menggosok (karat itu) adalah dengan membaca Al-Qur’an dan mengingat kematian serta menghadiri majelis-majelis dzikir.”

Hati itu hitam karena cintanya yang begitu besar oada dunia dan rakus terhadapnya, tanpa sifat wara’ sedikitpun. Sebab, barangsiapa yang hatinya telah dikuasai oleh kecintaan pada dunia, maka wara’-nya akan hilang. Ia akan terus kumpulkan dunia itu, baik dari sumber yang halal maupun yang haram. Ia tidak mampu lagi membedakannya, tak lagi punya rasa malu. Dan muraqabah-nya kepada Allah Azza wa Jalla akan hilang.

Wahai kaum Muslimin, terimalah apa yang disampaikan oleh Nabi kalian itu, dan bersihkan kembali karat hati kalian dengan resep yang telah diberikan oleh beliau. Seandainya seorang dari kalian mengidap suatu penyakit, lalu seorang dokter memberinya resep sebagai obatnya, tentu ia tidak akan merasa nyaman hidupnya sebelum memakan obat itu bukan?”
--Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam Fath Rabbani

GELISAH INGIN BERTEMU

"Janganlah kalian gelisah karena makanan yang akan kalian makan, minuman yang akan kalian minum, pakaian yang akan kalian pakai, dan rumah yang akan kalian huni. Kegelisahan seperti itu adalah hasutan nafsu dan syahwat semata. Kalau begitu, di mana kegelisahan hati yang sebenarnya? Kegelisahan hakiki adalah meminta kepada Allah SWT. Kegelisahan kalian adalah sesuatu yang menggelisahkan kalian. Jadikanlah kegelisahan kalian hanya kepada Allah Azza wa Jalla dan segala sesuatu milik-Nya. Dunia ini mempunyai pengganti yang bernama akhirat. Demikian juga makhluk, kecuali Sang Khalik. Jika kalian terlena dengan sesuatu di dunia ini, akibatnya akan terjadi di akhirat. Dan, kehidupan akhirat lebih baik daripada kehidupan dunia. Berhitunglah mulai hari ini! Usia kalian adalah yang tersisa. Bersiaplah menghadapi akhirat! Bersiaplah menerima kedatangan Malaikat Maut!

--Al-Fath Al-Rabbani, Syekh Abdul Qadir Al-Jailani



Tuesday, January 21, 2014

TAFAKUR SETIAP SAAT

Tafakur bisa dilakukan setiap saat.Setiap kali ada kesempatan.Bahkan saat kerja dengan berbagai kesibukan.Karena ia aka melahirkan kekuatan iman,cinta,syukur,waspada dan takut kepada Allah.
Jumhur Ulama mengatakan,"Tafakur itu ada lima macam,yakni:

1.Tafakur tentang ayat-ayat Allah;buahnya adalah tauhid dan yakin kepada Allah.
2.Tafakur tentang nikmat-nikmat Allah;buahnya adalah rasa cinta dan syukur kepada Allah.
3.Tafakur tentang janji-janji Allah;buahnya adalah rasa cinta kepada kebahagiaan akhirat.
4.Tafakur tentang ancaman Allah;buahnya adalah kewaspadaan dalam menjauhkan maksiat dan mengagungkan Allah.
5.Tafakur tentang sejauh mana ketaatan kepada Allah dan kebaikan Allah kepada diri kita;buahnya adalah rasa takut kepada Allah."

---Nashaihul Ibad,Imam Nawawi Al-Bantani


Diambil Dari : https://www.facebook.com/tasawufunderground

Monday, January 20, 2014

TAFSIR SURAH AL-FATIHAH DARI SYEKH ABDUL QADIR AL-JAILANI

Tidaklah tersembunyi lagi bagi siapapun yang telah Allah ta'ala bangkitkan dari tidur kelalaian dan kantuk kealpaan, bahwa seluruh alam semesta dan isinya sesungguhnya tidak lain adalah manifestasi dari berbagai sifat Allah yang bersanding dengan asma-Nya. Karena setiap Zat di semua tataran kehidupan memiliki nama, sifat, dan pengaruh khusus masing-masing. Demikianlah jika dilihat dari semua tataran kehidupan. Meski hanya sebutir zarah, sekerjap mata, atau secercah bersitan dalam hati.

Sebuah tingkatan yang merepresentasikan ketunggalan yang tidak berbilang, kebutaan yang tidak mungkin dimiliki para pemilik bashirah (mata batin), dan larangan dari keadaan seperti itu –kecuali dalam bentuk hasrah (penyesalan), hairah (kebingungan spiritual), walah (ekstase yang meluap), dan haimân (cinta yang membara) - merupakan tujuan dari perjalanan mi'raj para nabi dan akhir dari semua tingkatan suluk para waliyullah. Setelah itu, mereka berjalan di dalamnya secara otomatis dan pasti akan menuju kepada Allah, sampai mereka semua akan "tenggelam" (mengalami istighrâq) dan mengalami hairah (kebingungan spiritual) hingga akhirnya mereka mencapai fana`: Tiada Tuhan selain Dia (lâ ilâha illâ huwa). Segalanya musnah kecuali Wajah-Nya (kullu syai` hâlik illâ wajhah).

Kemudian ketika Allah ingin membimbing hamba-hamba-Nya ke tingkatan itu agar mereka dapat kian dekat dengan tingkatan tersebut atau menghadapkan wajah ke arahnya, maka tawajuh dan taqarub mereka pun hanya akan terkonsentrasi pada 'isyq dan mahabbah kepada hakikat kebenaran (al-haqîqah al-haqqiyyah) yang akan menyebabkan runtuhnya segala bentuk penyematan sifat keberbilangan atau dualitas terhadap Allah. 

Setelah itu, niat mereka pun akan dijernihkan, sehingga keinginan mereka untuk fana` di dalam Allah menjadi benar. Allah telah memperingatkan manusia agar bergerak ke jalan-Nya sebagai bentuk bimbingan kepada mereka dan pengajaran yang terkandung di dalam doa yang dipanjatkan kepada-Nya serta dalam munajat bersama-Nya. Sehingga semua itu akan dapat melesat dari ujung keberbilangan menuju kesempurnaan ketunggalan yang akan mengenyahkan keberbilangan itu dalam berkah Allah. 

[Dengan nama Allah] 

Dengan kata inilah Zat Tunggal diekspresikan, melalui tanazzul dari ketinggian martabat keesaan-Nya. Karena sebenarnya tidaklah mungkin untuk mengekspresikan Zat-Nya dengan martabat aslinya, disebabkan ketidakterbatasan lingkupan-Nya atas segala asma dan sifat Ilahiyyah yang menjadi sandaran bagi segala entitas, yang diekspresikan kepada orang-orang yang mengalami mukasyafah (penyingkapan) yang telah mengetahui al-a'yân ats-tsâbitah (entitas-entitas yang tidak berubah), dan juga melalui syariat sebagaimana yang termaktub dalam Lauh al-Mahfûzh (catatan takdir manusia) serta al-Kitâb al-Mubîn (al-Qur`an).

[Maha Pengasih] 

Dengan kata inilah Zat Tunggal diekspresikan melalui tajalliyat pada lembaran alam semesta; perkembangannya dalam "pakaian" kewajiban dan kemungkinan; tanazzul-nya dari martabat ketunggalan ke martabat keberbilangan; penunjukannya terhadap berbagai manifestasi pada ranah pengetahuan dan para ranah penglihatan; serta pengejawantahannya melalui citra eksistensial.

[Maha Penyayang {1}]
Dengan kata inilah Zat Tunggal diekspresikan melalui tauhid terhadap-Nya setelah disebutkan keberbilangannya; melalui penyatuannya setelah pemisahannya; penggabungannya setelah penghamparannya; pengangkatannya setelah penundukannya; dan pelepasannya setelah pengikatannya.

[Segala puji] 

Pujian yang meliputi segala puji yang muncul dari lidah semua entitas semesta yang selalu bertawajuh kepada Penciptanya dengan sukarela. Mereka selalu mengetahui cara bersyukur kepada sang Pemberi nikmat baik melalui gerak maupun kata-kata, langgeng, abadi, khusus hanya untuk Allah semata. [untuk Allah] Maksudnya, untuk Zat yang Menghimpun semua asma dan sifat yang merepresentasikan pelantanan (pengayoman) yang Dia lakukan terhadap semesta seisinya. Karena Dia adalah:
[Rabb (Pemelihara) alam semesta {2}] 
Kalau saja pemelihara (pengayoman) yang Dia lakukan terhadap semesta hilang sesaat saja, niscaya alam semesta akan musnah dalam sekejap.

[Maha Penyayang] yang Maha memulai dan Mahamencipta sejak kemunculan entitas pertama –melalui al-asmâ` al-husnâ (nama-nama baik) yang dimiliki Allah dan sifat-sifat-Nya yang luhur- di atas cermin ketiadaan yang permukaannya menjadi tempat refleksi bayangan semu dari seluruh alam semesta dan segenap bagiannya; baik yang tampak maupun yang gaib; baik yang awal maupun yang akhir; serta segenap bagiannya tanpa terkecuali.

[Maha Penyayang {3}] 

Yaitu Zat yang berjanji kepada segala sesuatu akan kembangkitan kembali setelah langit ketinggian dan bumi kerendahan digulung kembali ke titik permulaan dan akhirnya. Karena Dia adalah: [Penguasa Hari Pembalasan {4}] dan ganjaran, yang menurut syariat disebut dengan istilah Hari Kimat atau al-Thâmmah al-Kubrâ. Pada hari inilah seluruh bumi dan langit akan hancur untuk kemudian semua catatan dari awal sampai akhir di bumi akan digulung.

Pada hari inilah semua pandangan dan pikiran akan berharap. Segala hijab dan tirai penghalang tersingkap. Semua entitas selain Dia akan sirna. Yang ada hanyalah Allah yang Mahaesa dan Mahapenakluk. Ketika hamba telah sampai pada maqam dan tujuan ini, serta menyerahkan segala urusan kepada para malaikat yang suci, maka ia pun dapat bersama Rabb-nya untuk berbicara dengan-Nya tanpa tirai penghalang apapun. Ini terjadi demi menyempurnakan martabat ubudiyah, sampai terangkat isi firman dari penjelasan dan tersibak huruf ghin dari huruf 'ain. Pada saat itulah ucapan lidah si hamba akan selaras dengan "ucapan" tindakannya:

[hanya kepada-Mu] bukan kepada yang selain Engkau, karena tidak ada yang benar-benar "ada" bersama-Mu 

[kami menyembah] bertawajuh dan menempuh suluk di atas wajah kehinaan dan ketundukan. Karena tidak ada sesembahan yang kami miliki selain Engkau, sebagaimana tidak ada tujuan selain hanya kepada-Mu. [dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan {5}] maksudnya: kami tidak memohon pertolongan dan kemampuan untuk menyembah-Mu, kecuali hanya pada-Mu, karena tidak ada tempat kami kembali selain Engkau.

[tunjukilah kami] dengan kelembutan-Mu [jalan yang lurus {6}] yang dapat menghantarkan kami kepada puncak tauhid-Mu.

[jalan orang-orang yang Engkau beri nikmat kepada mereka] dari kalangan para nabi, shiddiqun, syuhada, dan orang-orang saleh, yang menjadi teman-teman terbaik. [bukan orang-orang yang Kau murkai] yaitu orang-orang yang ragu dan lari dari jalan kebenaran yang terang untuk mengikuti akal yang dinodai oleh keraguan.

[dan bukan orang-orang yang sesat {7}] disebabkan fatamorgana dunia yang hina dan godaan setan yang menyimpang dari jalan kebenaran dan hujah yang meyakinkan.

Âmin, kami berharap ijabah dari-Mu wahai Zat yang paling penyayang di antara para penyayang.



--Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam Tafsir Al-Jailani. 

Sunday, January 19, 2014

PENEMUAN MONUMENTAL TAFSIR AL-JAILANI


Syekh Dr Muhammad Fadhil, sebagai Ahli Peneliti Utama karya-karya Syekh Abdul Qadir Al-Jailani meyakini bahwa Kitab Tafsir ini adalah salah satu karya sultan para wali, Imam Agung Syekh Abdul Qadir Al-Jailani yang telah menghilang selama 800 tahun lebih dari dunia Islam. Ini dinyatakan Syekh Muhammad Fadhil, setelah melakukan penelitian dan analisa selama kurun waktu 30 tahun, serta belasan kali pembacaan ulang. Pernyataan tersebut bukanlah ungkapan subyektif dan emosional semata, namun berdasarkan fakta dan data-data filologis yang valid dari manuskrip-manuskrip yang dikajinya.

Harus diakui bahwa terdapat sejumlah kalangan yang meragukan penemuan ini, dengan melakukan penolakan dan pelecehan atas penisbatan kitab ini kepada Syekh Abdul Qadir Al-Jailani. Pandangan-pandangan semacam ini muncul di website tertentu. Mereka berdalih bahwa di dalam kitab ini terdapat banyak ungkapan dan terminologi yang tidak dapat dipahami. Bahkan, ada yang menilai sebagai pandangan kafir. Bahkan, yang paling ironis, pandangan itu justru muncul dari ulama kontemporer yang telah memahami terminologi tauhid dzauqi ahli sufi. 

Memang terdapat beberapa paradoks dalam Penisbatan Tafsir ini kepada Syekh Abdul Qadir Al-Jailani seperti dalam mukadimah kitab ini disebutkan, “... Kemudian ketika futûh yang dibukakan dan diberikan Allah secara murni dari pemberian-Nya itu semakin jelas, maka dinamakanlah (kitab ini) dengan nama yang diperoleh dari sisi-Nya, ‘Al Fawâtîh al-Ilâhiyah wa al-Mafâtîh al-Ghaibiyah al-Mudhîhah li al-Kalim al-Qur’âniyah wa al-Hikam al-Furqaniyah.’” Berangkat dari ungkapan inilah kemudian Haji Khalifah dalam kitabnya, “Kasyfudz Dzunûn”, 2/1292 dan Al-Zarkali dalam kitabnya, “Al-I’lâm”, 8/39, serta Kamus Kumpulan Pengarang Kitab, menisbatkan kitab ini kepada Syekh Nikmatullah bin Mahmud An-Nakhjawani (w. 920 H), seorang sufi tarekat al-Qadiriyah asal Uzbekistan.

Namun demikian, peneliti kitab ini, Syekh Dr. Muhammad Fadhil, telah melampirkan bukti keotentikannya berupa salinan manuskrip ( (اyang di dalamnya penyalin tafsir menuliskan pada setiap akhir Juz 1 hingga Juz 3 kalimat berikut, “Telah selesai Juz 3 dari tafsir Sulthan al-‘Ârifîn Sayyidi Abdul Qadir Al-Jailani qaddasallah sirrah.” Dan, dalam salinan manuskrip (ج) telah dituliskan pula pada Juz 1, “Juz pertama dari tafsir Al-Qur’an karya Maulana pemilik cahaya rabbâni, organ shamadâni, Imam Para Arif, Mahkota Agama, quthb yang sempurna Sayid Abdul Qadir Al-Jailani...” 

Selain itu, Mufti Iraq, Al-‘Âlim al-‘Allâmah Syekh Abdul Karim Basyarah Al-Mudarris menyebutkan dalam kitabnya, “Isnâd al-‘Alam ila Hadrah Sayyid al-‘Âlam” tentang beberapa karangan Quthb Ar-Rabbani al-Gauth ash-Shamadani Quthb Baghdad Abu Shalih Muhyiddin Syekh Abdul Qadir Al-Jailani qadassallah sirrah, bahwa Syekh Abdul Qadir memiliki berbagai karya, yang di antara karya besarnya adalah Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhîm dalam 6 jilid yang salah satu salinannya terdapat di Tharablus, Libya dan belum dicetak hingga sekarang. Para Nuqabâ’ (pimpinan keluarga Al-Jailani) Baghdad pernah berencana mencetaknya, namun karena beberapa halangan maka tidak dapat dicetak. 

Bahkan, setelah melalui kajian, pengamatan serta perbandingan terhadap gaya bahasa Syekh Abdul Qadir Al-Jailani melalui karya-karya beliau yang terkenal seperti, Al-Gunyah, Fathurrabbani, Futuh Al-Ghaib, dan lainnya, maka dapat dipastikan bahwa penisbatan kitab ini kepada Syekh Abdul Qadir Al-Jailani adalah benar adanya. 

Bagi yang telah membaca secara teliti kitab ini menggunakan feeling ilmiah dengan cermat berdasarkan dalil aqli dan naqli serta perbandingan berbagai uslub dan “sidik jari ilmiah” penulisnya, akan tahu pasti dan yakin bahwa pengarangnya adalah Syekh Abdul Qadir Al-Jailani. Sebagaimana pula diakui oleh para pemelihara peninggalan Al-Qadiri di Baghdad bahwa Syekh Abdul Qadir Al-Jailani memang memiliki karya tafsir.


Namun, jika sekadar dilihat dari sejarah dan perkembangan terminologi sufi yang ada di dalamnya, maka tidak dipungkiri bahwa Tafsir Al-Jailani ini telah mengalami format ulang serta penyempurnaan, terutama oleh tokoh sufi Al-Qadiri yang bernama Nikmatullah An-Nakhjawani, sehingga menjadi lebih sistematis dan sempurna seperti yang ada saat ini.

Adapun terkait penamaannya sebagai “Tafsir Al-Jailani” maka itu semata-mata merupakan gagasan dari penelitinya. Ketika saya tanyakan alasannya, beliau menjelaskan bahwa penemuan serta penelitian manuskrip kitab ini telah memakan waktu selama 30 tahun dan beliau takut jika suatu ketika karya ini “dicuri” oleh peneliti gadungan yang banyak tersebar di Arab, sehingga usaha beliau untuk memunculkan karya-karya Syekh Abdul Qadir Al-Jailani yang masih terkubur akan terganggu dan diselewengkan untuk tujuan materialistis belaka dan sebagai mata pencaharian semata.

Sebenarnya, mulai dari mukadimah segala perkara yang berhubungan dan berkaitan dengan Al-Qur’an dan tafsirnya telah dipaparkan oleh pengarangnya sehingga tampak nyata bahwa tafsir ini adalah karya besar beliau sendiri. Jika pembaca tekun dan telaten, pasti akan tampak baginya bahwa beliau dalam kitab ini, secara tekstual banyak mengutip dari karya guru yang dikaguminya yaitu Syekh Imam Al-Ghazali dalam kitabnya “Muqaddimah fî Ushûl At-Tafsîr.” Dan, Syekh Abdul Qadir Al-Jailani adalah praktisi handal yang mampu memetakan seluruh pemikiran Tarbiyah Ruhiyah Sufiyah konseptor ulung, yaitu Imam Al-Ghazali.


---Syekh Rohimuddin Nawawi Al-Jahary Al-Bantani
Penasehat Markaz Jailani Asia Tenggara dan Direktur Dar Al-Hasani, Kelantan Malaysia dalam Pengantar Terjemah dan Penerbitan Tafsir Al-Jailani

--Bagi yang ingin mempelajari lebih mendalam tentang makrifat dan hakikat dari Syekh Abdul Qadir Jailani, serta tafsir dari ayat-ayat Al-Quran dalam samudra tasawuf silahkan miliki Kitab Sirrul-Asrar terjemah KH Zezen ZA Bazul Asyhab (Rp 65.000) dan Tafsir Al-Jailani terjemah Tim Markaz Al-Jailani (2 jilid/6 Juz, hardcover, harga Rp 230.000). Belum termasuk ongkos kirim. Hubungi Ibu Ina, via SMS/WA: 08122476797. Bagi yang berada di Malaysia, silakan hubungi En. Alias Hashim 0192693677.

Diambil dari page : https://www.facebook.com/tasawufunderground

KEUNGGULAN TAFSIR AL-JAILANI


Kitab Tafsir Al-Jailani karya Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dapat menjadi rujukan utama ilmu tasawuf. Dari ayat ke ayat, kita dapat mempelajari makna-makna Al-Quran dengan batin dan ruh tasawuf. Kita seolah menyelami samudera syariat, tarekat, makrifat dan hakikat dari ayat ke ayat.

Berikut ini adalah keunggulan-keunggulan kitab tersebut:


1. Pada kitab ini, ayat demi ayat ditafsirkan dengan cara penuturan dan ungkapan yang mudah, singkat dan sistematis. Jika terdapat ayat yang dapat ditafsirkan dengan ayat lain maka dijelaskan sambil dibandingkan antara dua ayat tersebut, sehingga makna dan tujuannya semakin jelas. Dapat dikatakan bahwa tafsir ini sangat memperhatikan cara penafsiran Al-Qur’an dengan Al-Qur’an (Al-Qur’an bi Al-Qur’an). Lalu, setelah selesai beliau mulai menuturkan beberapa Hadis Marfu’ yang berkenaan dengan ayat tersebut, sambil menjelaskan argumentasinya dengan mengiringi perkataan para Sahabat, Tabi’in dan ulama salaf.

2. Dalam ayat-ayat yang terkait dengan hukum fikih, tafsir ini tampak mentarjih sebagian pendapat ulama dan mendhaifkan serta mensahihkan sebagian riwayat secara tersirat, singkat dan dengan redaksi yang hemat, tidak seperti yang banyak dilakukan para mufasir lain. Hal ini menunjukkan bahwa pengarangnya adalah seorang yang memiliki pengetahuan Ilmu Hadis yang sangat mapan.

3. Tafsir ini tergolong Tafsir Isyari, meskipun tidak semua ayat dalam surah-surah Al-Qur’an ditafsirkan secara isyari, akan tetapi struktur dalam bangunan pandangan sufi terhadap Tauhid melalui penafsiran beliau kepada seluruh ayat-ayat Allah, baik yang tersirat dalam alam dan tersurat dalam Al-Qur’an sangat sistematis, runtut, teratur dan sempurna. Sehingga, ini memperkuat Tafsir Al-Jailani sebagai sebuah referensi utama, serta standar matlamat bagi umat Islam, khususnya para penempuh jalan menuju Allah SWT. 

4. Sebagai sebuah kitab dan rujukan Tasawuf tingkat tinggi (first class) kitab ini juga menyebutkan sanad dan status Hadis; mentarjih sesuatu yang dipandang benar tanpa fanatik atau taklid tanpa dalil. Tafsir ini benar-benar bersih dari isra’iliyat yang tidak terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadis.

5. Terbukti Tafsir Al-Jailani telah diterima dan tersebar di seluruh dunia Islam serta diakui oleh para ulama, 

seperti Syekh Dr. Ali Jumu’ah (Mufti Mesir), Mufti Syria, Mufti Libanon, serta para Syekh sufi seperti murabbi besar Syekh Youssef Riq al-Bakhour dan lain-lain.

Semoga dengan penerjemahan dan penerbitan Tafsir Al-Jailani karya Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam bahasa Indonesia/Melayu oleh Markaz Jailani Asia Tenggara, umat Islam di seluruh Nusantara dapat belajar, memahami dan mendalami ajaran-ajaran syariat, tarekat, makrifat dan hakikat dari ayat ke ayat dalam Al-Qur’an. Semoga Allah SWT memudahkan dan memberkahi umat Islam di Nusantara dalam mempelajari samudra makrifat melalui Tafsir Al-Jailani sebagai rujukan utama ilmu tasawuf, serta mengamalkannya dalam sendi-sendi kehidupan seperti yang diajarkan oleh Syekh Abdul Qadir Al-Jailani. 


[Majlis Ijtima' Ulama' Nusantara 1435 H, Balai Islam Lundang, Kelantan. 17 Rabi'ul Awal 1435 H, 19 Januari 2014]

Syekh Rohimuddin Nawawi Al-Jahary Al-Bantani
Penasehat Markaz Jailani Asia Tenggara dan Direktur Dar Al-Hasani, Kelantan Malaysia.



--Bagi yang ingin mempelajari lebih mendalam tentang makrifat dan hakikat dari Syekh Abdul Qadir Jailani, serta tafsir dari ayat-ayat Al-Quran dalam samudra tasawuf silahkan miliki Kitab Sirrul-Asrar terjemah KH Zezen ZA Bazul Asyhab (Rp 65.000) dan Tafsir Al-Jailani terjemah Tim Markaz Al-Jailani (2 jilid/6 Juz, hardcover, harga Rp 230.000). Belum termasuk ongkos kirim. Hubungi Ibu Ina, via SMS/WA: 08122476797. Bagi yang berada di Malaysia, silakan hubungi En. Alias Hashim 0192693677.

Diambil dari page : https://www.facebook.com/tasawufunderground

PENGANTAR SYEKH FADHIL UNTUK TAFSIR AL-JAILANI


PENGANTAR SYEIKH FADHIL UNTUK TAFSIR AL-JAILANI (1)

Dalam mukaddimah Tafsir Al-Jailani, Syekh Dr. Muhammad Fadhil mengatakan: “Bagi para ilmuwan dan peneliti, urgensi dari penerbitan berbagai karya tulis Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani terletak pada keberhasilan sang Syaikh dalam menampilkan tasawuf sesungguhnya yang bersih dan mengikuti al-Qur`an dan Sunnah. Dalam tasawufnya, Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani sama sekali tidak keluar dari manhaj al-Qur`an dan Sunnah. Itulah sebabnya jumhur ulama bersepakat atas kesalehan dan kebenaran manhaj sang Syaikh. Mereka selalu mengakui kebenaran pelbagai pernyataan sang Syaikh, bahkan mereka menyebut nama sang Syaikh dengan gelar: as-Syaikh al-Abid az-Zahid, al-'Arif billâh, as-Sayyid asy-Syarif, asy-Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani Radhiyallâhu 'Anhu.

Dari sini saya menemukan keharusan untuk melakukan penelitian terhadap karya-karya tulisan sang Syaikh demi menghilangkan perselisihan yang terjadi di tengah umat Islam masa kini. Karena berbagai pernyataan Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani selalu penuh dengan hikmah, nasehat yang baik, dan perdebatan dengan cara yang baik.

Saya telah mengumpulkan sekian banyak catatan tentang pernyataan, suluk, dan perbuatan sang Syaikh demi menyerukan persatuan dan menghilangkan perselisihan di tengah umat Islam, sembari memperkenalkan mereka kepada tasawuf yang benar. Saya berniat untuk mempublikasikan catatan-catatan itu melalui buku saya yang akan datang yang berjudul: Nahr al-Qâdiriyyah.


Selain itu saya juga telah mengumpulkan beberapa pandangan para ulama baik yang dulu maupun yang sekarang, tentang Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani, yang akan saya publikasikan melalui sebuah buku lain yang berjudul "Ârâ` al-'Ulamâ` fî Haqq asy- Syaikh Abdul Qâdir al-Jailâniy". Saya juga telah memaparkan biografi sang Syaikh secara lengkap dalam pendahuluan buku yang berjudul "al-Futuwwah fî Kaifiyyah Akhdz al-'Ahd wa al-Bai'ah".

Kami sengaja menyebut "Karya Syaikh Al-Jailani" dan tidak menggunakan istilah "Tafsir Syaikh Al-Jailani", yang akan dijelaskan pada bagian mendatang. Dalam karyanya ini, Syaikh Al-Jailani menyusun surah dan ayat-ayat al-Qur`an secara berurut dengan menghubungkan satu dengan yang lain. Di setiap surah, ia membuat mukadimah yang disebut dengan istilah "Pendahuluan Surah" (fâtihah as-sûrah), lalu menutupnya dengan bagian penutup yang disebut dengan istilah "Penutup Surah" (khâtimah as-sûrah). Di bagian ini Syaikh Al-Jailani menempatkan ringkasan dari kandungan isi surah yang bersangkutan, meski biasanya Syaikh Al-Jailani mengisi bagian penutup ini dengan doa untuk seluruh umat Islam dan orang-orang yang hadir dalam majelis di saat dulu ia menyampaikan tafsir ini.

Hal lain yang terkenal dari Syaikh Al-Jailani adalah kedudukannya sebagai Imam di madrasah yang ia dirikan dan ia bina hingga memberi hasil yang baik. Syaikh Al-Jailani adalah salah satu tokoh awal yang menggugah para pemuda yang selalu melakukan dosa di masa itu. Ia mengembuskan semangat untuk kembali kepada Islam yang bersumber dari Kitabullah dan Sunnah Rasulullah. Dengan apa yang dilakukannya itu, Syaikh Al-Jailani telah menjadi pembuka jalan bagi kemunculan Shalahuddin al-Ayyubi rahimahullah. Dengan semangat yang ditumbuhkan oleh Syaikh Al-Jailani pada generasi masa itu, di tangan Shalahuddin al-Ayyubiy pasukan Islam berhasil menaklukkan bangsa Eropa serta membebaskan Baitul Maqdis dari cengkeraman mereka. Semua prestasi itu hanya dapat terwujud dengan membebaskan pemikiran dan ruh generasi muda dari segala bentuk kerusakan material, moral, dan intelektual, melalui pengaruh kuat dari semangat yang muncul di masa Syaikh Al-Jailani.

Bukankah semua ini hanya dapat terwujud dengan kembali kepada nilai-nilai Islam yang berasal dari Kitabullah melalui pembaruan keimanan, penguatan ketakwaaan, dan hubungan dengan Allah s.w.t.?!
Sungguh, Syaikh Al-Jailani dengan melakukan semua itu dalam berbagai aktivitas pengajaran, pengarahan, dan karya-karya tulisnya.”


PENGANTAR SYEKH FADHIL UNTUK TAFSIR AL-JAILANI (2)

Dalam mukaddimah Tafsir Al-Jailani, Syekh Dr. Muhammad Fadhil mengatakan: “Dalam kitab ini, Syaikh Al-Jailani tidak sekedar menafsirkan al-Qur`an dengan pola tafsir yang semata-mata mengandalkan ilmu dan pemahaman seperti yang lazim terdapat dalam pelbagai kitab tafsir lain, tetapi tafsir ini lebih banyak bertumpu pada pemaparan berbagai sugesti yang menghidupkan ruh serta dapat menumbuhkan ketakwaan di satu sisi, dan di sisi lain mampu mengikat murid dengan gurunya, sehingga sang guru dapat terus meningkatkan kualitas murid hingga mencapai derajat setinggi mungkin.

Itulah sebabnya karya tulis Syaikh Al-Jailani ini disebut "al-Fawâtih al-Ilâhiyyah wa al-Mafâtih al-Ghaibiyyah al-Muwadhdhihah li-l-Kalim al-Qur`âniyyah wa al-Hikam al-Furqâniyyah". Inilah sebuah karya otentik yang menjadi bentuk sumbangsih nyata dari seorang 'Alim Rabbaniy dan Quthb Rûhâniy, Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani Ridhwânullâh 'Alaih.

Lewat karya ini, Syaikh Al-Jailani ingin meletakkan kita di jantung karyanya yang sedang Anda pegang ini. Ia tidak menamakan kitab ini dengan istilah "penafsiran al-Qur`an", melainkan menyebutnya "al-Fawâtih al-Ilâhiyyah wa al-Mafâtih al-Ghaibiyyah al-Muwadhdhihah li-l-Kalim al-Qur`âniyyah wa al-Hikam al-Furqâniyyah". Maksudnya, dalam kitab ini Syaikh Al-Jailani berbicara tentang pelbagai pengaruh inspiratif yang berasal dari al-Qur`an terhadap dirinya yang nota bene adalah seorang ahli ibadah dan zuhud, yang selalu berupaya mendaki tangga kedekatan menuju Allah s.w.t.. Padahal kita tahu bahwa al-Qur`an memiliki sekian banyak inspirasi dan isyarat yang beragam bagi masing-masing orang, sesuai dengan kualitas mujahadah dan jihad yang dilakukannya untuk mencari keridhaan Allah, sebagaimana yang dinyatakan dalam ayat: "Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan Kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik." (QS. al-Ankabut: 69). Dalam ayat ini Allah tidak menggunakan kata "sabîl" dalam bentuk singular, melainkan menggunakan kata "subul" dalam bentuk plural. Maksudnya, masing-masing orang akan menangkap inspirasi dan isyarat tertentu dari al-Qur`an. Sementara efek dan stimulasi al-Qur`an terhadap tiap-tiap orang akan berbeda sesuai dengan tingkat spiritual (marhalah) yang dicapainya dan dengan seluruh aspek kehidupan yang dijalaninya.

Di sinilah berbagai pendapat berbeda akan muncul, yang bahkan terkadang saling bertentangan. Ada pendapat yang dekat dengan pengertian tekstual ayat al-Qur`an, tapi ada pula yang jauh darinya. Sebab al-Qur`an itu sendiri adalah laksana samudera tak bertepi. Di dalamnya terkandung berbagai khazanah berharga yang tak ternilai harganya: ada yang dapat dengan mudah langsung ditemukan dan ditentukan—seperti kandungan mengenai hukum dan hudud yang berhubungan dengan kehidupan dan kemasyarakatan—, namun ada pula yang tidak mudah untuk ditemukan dan ditentukan, sehingga hanya dapat diraih menggunakan ruh, cahaya, dan hidayah, sebagaimana yang dinyatakan oleh Allah dalam firman-Nya: "Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar daripadanya? Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan." (QS. al-An'am: 122); dan firman-Nya di ayat lain: "Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Qur'an) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al Qur'an) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Qur'an itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus." (QS. asy-Syura: 52).

Dengan kesadaran inilah maka Syaikh Al-Jailani kemudian menyatakan dalam mukadimah yang beliau tulis untuk para sahabatnya: "Saudara-saudaraku abqâkumullâh ta'âlâ, janganlah kalian mengecam saya atas apa yang saya lakukan; dan jangan pula kalian memaki saya disebabkan apa yang ingin saya capai..." Kemudian Syaikh Al-Jailani berkata: "yang saya harapkan dari saudara-saudara adalah agar kalian hanya melihat isi kitab ini menggunakan intuisi perenungan, bukan dengan logika pemikiran; menggunakan dzauq dan nurani, bukan menggunakan dalil dan argumentasi; serta menggunakan kasyf dan kejernihan, bukan mengandalkan kalkulasi ukuran-ukuran."

Rupanya Syaikh Al-Jailani ingin menjelaskan bahwa karyanya ini bukanlah tafsir seperti tafsir yang lain pada umumnya, melainkan adalah sebuah kompilasi inspirasi dan isyarat yang seiring dengan irama kehidupan, ruh, dan gerak yang muncul dari hati ahli ibadah yang selalu berhubungan dengan Allah azza wa jalla. Kesadaran inilah yang senantiasa berpadu baik dengan setiap gerak Syaikh Al-Jailani, maupun dengan diam hatinya yang selalu tenang bersama Allah. Karya tulis beliau ini menjadi manifestasi dari segenap perasaan, emosi, gerak, inspirasi, isyarat, dan curahan hati Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani.

Itulah sebabnya, seyogianya setiap pembaca kitab ini dapat memahami semua ini sebelum menyelami samudera luas ini agar tidak tenggelam atau tersesat. Khususnya berkenaan dengan bagian-bagian yang terkesan mendukung paham Wihdatul Wujud, padahal Syaikh Al-Jailani sama sekali tidak memiliki hubungan dengan aliran filasafat ini. 

Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa Syaikh Al-Jailani selalu menghidupkan Sunnah Rasulullah s.a.w.. Oleh sebab itu, jika di dalam tafsir ini terdapat pembahasan seputar Wihdatul Wujud atau yang semacam itu, maka sebenarnya itu adalah keterangan orang lain yang disusupkan ke dalam tulisan Syaikh Al-Jailani, karena Syaikh tidak pernah mengutip dari pendapat orang lain, kecuali hanya beberapa kali dari Sayyidina Ali r.a., Sayyidina Ibnu Abbas r.a., dan beberapa sahabat lain.

Dalam ayat-ayat tentang hukum (âyât al-ahkâm), Syaikh Al-Jailani menyebutkan secara singkat mengenai hukum fikih sambil terkadang menyampaikan peringatan tentang qiraat-nya. Berkenaan dengan masalah qiraat, Syaikh Al-Jailani tidak selalu mengikuti qiraat Imam Hafsh dan terkadang menggunakan beberapa jenis qiraat sekaligus tanpa menyebut sumbernya.”

--Syekh Dr. Muhammad Fadhil dalam pengantar pada Tafsir Al-Jailani


--Bagi yang ingin mempelajari lebih mendalam tentang makrifat dan hakikat dari Syekh Abdul Qadir Jailani, serta tafsir dari ayat-ayat Al-Quran dalam samudra tasawuf silahkan miliki Kitab Sirrul-Asrar terjemah KH Zezen ZA Bazul Asyhab (Rp 65.000) dan Tafsir Al-Jailani terjemah Tim Markaz Al-Jailani (2 jilid/6 Juz, hardcover, harga Rp 230.000). Belum termasuk ongkos kirim. Hubungi Ibu Ina, via SMS/WA: 08122476797. Bagi yang berada di Malaysia, silakan hubungi En. Alias Hashim 0192693677.


Diambil Dari Page : https://www.facebook.com/tasawufunderground

800 TAHUN HILANG, DITEMUKAN DI VATIKAN


Penemuan karya Syekh Abdul Qadir Al-Jailani oleh cucu ke-25-nya sendiri, Syekh Dr. Muhammad Fadhil, membuat dunia akademik dan pengamal tarekat/tasawuf terkagum-kagum. Bagaimana tidak? Naskah ini selama 800 tahun menghilang dan baru ditemukan secara utuh di Vatikan. Manuskrip yang berisis 30 Juz penuh ini tersimpan secara baik di perpustaan. 

Tak ada yang menyangka sebelumnya bahwa Syekh Abdul Qadir Al-Jailani menulis kitab tafsir Al-Quran 30 juz yang mengulas ayat-ayat Al-Quran. Kita seolah-olah mempelajari samudra tasawuf dari ayat ke ayat. Dan, alhamdulillah, Tafsir Al-Jailani, yang dalam bahasa Arab telah diterbitkan oleh Markaz Al-Jailani Turki (6 jilid), kini telah berhasil diterjemahkan dalam bahasa Indonesia/Melayu menjadi 12 Jilid. Hingga hari ini, Markaz Jailani Asia Tenggara baru mencetak 2 jilid pertama.

Para salik yang berada di Indonesia, Malaysia, Brunei, Thailand dan Singapura yang berbahasa Melayu bisa mempelajari makna-makna penting tasawuf yang diajarkan Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dengan mudah.
Kami sangat berterima kasih dengan perjuangan penelitian dan penyelidikan yang dilakukan oleh Syekh Dr Muhammad Fadhil dalam menyelamatkan manuskrip-manuskrip langka ini. Terutama yang berkaitan dengan Tafsir Al-Jailani. Kami terharu ketika mendengarkan langsung kisah pengkajian dan penelitiannya selama puluhan tahun.

Berikut adalah penuturan Syekh Fadhil dalam pembukaan kitab Tafsir Al-Jailani yang ditelitinya:
“Saya tumbuh besar di bawah pendidikan kakek saya Sayyid Syarif al-Alim al-Muqtada bih wa al-Quthb al-Kamil asy-Syaikh Muhammad Shiddiq Jalilaniy al-Hasaniy. Ayah saya bernama Sayyid Syarif al-Alim al-Allamah wa al-Bahr al-Fahhamah Syaikh Muhammad Faiq Jailaniy al-Hasaniy.
Setelah saya mendatangi Madinah Munawwarah dan tinggal di kota ini, saya pun mulai mencari kitab-kitab Syaikh Abdul Qadir al-Jailaniy Radhiyallahu 'Anhu pada tahun 1977 M di Madinah al-Munawwarah dan kota-kota lainnya sampai tahun 2002 M.

Setelah tahun itu, saya menghabiskan seluruh waktu saya untuk mencari kitab-kitab sang Syaikh Radhiyallahu 'Anhu, dan sampai hari ini saya masih terus melanjutkan pencarian itu.

Saya telah mendatangi sekitar lima puluh perpustakaan negara dan puluhan perpustakaan swasta yang terdapat di lebih dari 20 negara. Bahkan ada beberapa negara yang saya datangi sampai lebih dari dua puluh kali.
Dari proses panjang itu saya berhasil mengumpulkan tujuh belas kitab dan enam risalah yang salah satunya adalah kitab tafsir ini yang menurut saya, tidak ada bandingannya di seluruh dunia.

Dari perjalanan saya mendatangi beberapa pusat-pusat ilmu pengetahuan, saya pun mengetahui bahwa ada empat belas kitab karya Syaikh Abdul Qadir al-Jailaniy yang dianggap punah. Oleh sebab itu, saya terus melakukan pencarian kitab-kitab tersebut di pelbagai perpustakaan internasional setelah kitab tafsir ini selesai dicetak dan diterbitkan, insyaallah.

Sungguh saya sangat bergembira dan bersyukur kepada Allah SWT ketika saya mengetahui bahwa jumlah lembaran tulisan karya kakek saya Syaikh Abdul Qadir al-Jailaniy radhiyallâhu 'anhu yang berhasil saya kumpulkan mencapai 9.752 lembar. Jumlah itu tidak termasuk tulisan-tulisan yang akan kami terbitkan saat ini dan beberapa judul yang hilang. Tentu saja, semua ini membuat saya sangat gembira dan bangga tak terkira kepada kakek saya Syaikh Abdul Qadir al-Jailaniy r.a..

Ada sebuah pengalaman menakjubkan yang saya alami ketika saya mendatangi negeri Vatikan untuk mencari karya-karya sang Syaikh di perpustakaan Vatikan yang termasyhur. Ketika saya memasuki negara Vatikan, petugas imigrasi bertanya kepada saya tentang alasan saya mengunjungi Perpustakaan Vatikan. 

Pertanyaan itu dijawab oleh seorang kawan asal Italia yang mendampingi saya dengan mengatakan bahwa saya sedang mencari buku-buku karya kakek saya Syaikh Abdul Qadir al-Jailaniy. Saya kaget ketika tiba-tiba saja, petugas itu langsung berdiri dan berhormat seraya berkata: "Ya, ya, Sang Filsof Islam, Abdul Qadir al-Jailaniy." 
Setelah saya memasuki Perpustakaan Vatikan, saya menemukan pada katalog perpustakaan dan beberapa buku yang ada di situ sebuah tulisan dalam Bahasa Italia yang berbunyi: "Filsuf Islam", dan dalam Bahasa Arab: "Syaikh al-Islâm wa al-Muslimîn".

Dua gelar ini tidak pernah saya temukan di semua perpustakaan yang ada di tiga benua kecuali hanya di sini. Di Perpustakaan Vatikan saya juga menemukan sebuah tulisan tentang Syaikh Abdul Qadir al-Jailaniy yang berbunyi: "Sang Syaikh Radhiyallahu 'Anhu membahas tiga belas macam ilmu."
Kisah ini bisa menjadi inspirasi bagi kita semua. Bagaimana mungkin, karya-karya monumental Syekh Abdul Qadir Al-Jailani justru tersimpan rapi di perpustaka
an di Vatikan? Kemana saja ahli-ahli sejarah kita? Mengapa karya sehebat itu “hilang” selama berabad-abad? Jangan-jangan selama ini lebih fasih orang Katolik mempelajari karya-karya Syekh Abdul Qadir Jailani daripada kita yang setiap bulan ikut Manaqib Syekh Abdul Qadir?
-------
Hari ini Syekh Dr, Muhammad Fadhil dan Syekh Rohimuddin Nawawi Al-Bantani melauncing penerbitan 2 jilid edisi terjemah Tafsir Al-Jailani di Dar Al-Hasani, Kelantan, Malaysia. Pada tanggal 2 Maret 2014, acara launcing di Istora Senayan dalam acara Islamic Book Fair (IBF).
--Bagi yang ingin mempelajari lebih mendalam tentang makrifat dan hakikat dari Syekh Abdul Qadir Jailani, serta tafsir dari ayat-ayat Al-Quran dalam samudra tasawuf silahkan miliki Kitab Sirrul-Asrar terjemah KH Zezen ZA Bazul Asyhab (Rp 65.000) dan Tafsir Al-Jailani terjemah Tim Markaz Al-Jailani (2 jilid/6 Juz, hardcover, harga Rp 230.000). Belum termasuk ongkos kirim. Hubungi Ibu Ina, via SMS/WA: 08122476797. Bagi yang berada di Malaysia, silakan hubungi En. Alias Hashim 0192693677.

Diambil dari Page : https://www.facebook.com/tasawufunderground