Diriwayatkan bahwa ketika Nabi Dawud a.s. duduk di pertapaannya sambil membaca kitab Zabur, tiba-tiba ia melihat seekor cacing berwarna merah di atas tanah. Ia pun bertanya di dalam hatinya, ‘Apa yang Allah kehendaki dengan cacing ini?’
Lantas, Allah Swt. memperkenankan cacing itu untuk bisa berbicara. Cacing itu berkata, ‘Wahai Nabi Allah, Tuhanku mengilhamkan kepadaku agar pada setiap siang hari aku mengucapkan, “Subhaanallâh walhamdu lillâh wa lâ ilâha illallâh wallâhu Akbar,’ seribu kali. Allah pun mengilhamkan kepadaku agar pada setiap malam aku mengucapkan, “Allâhumma shalli ‘alâ Muhammad an-nabiy al-ummi wa ‘alâ ’ âlihi wa shahbihi wa sallam,” seribu kali. Lalu, apa yang Anda ucapkan hingga aku dapat mengambil faidah dari Anda?’
Nabi Dawud a.s. pun menyesal telah meremehkan cacing. Ia takut, lantas bertobat, dan bertawakal kepada Allah Swt. Saudaraku, sudahkah hari-hari kita diisi dengan banyak bertasbih memuji-Nya dan bershalawat memuliakan Rasul-Nya dibandingkan seekor cacing?
Allah Swt. Berfirman, "Bertasbihlah kepada-Nya, langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tidak ada suatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun," (QS Al-Isra' [17]: 44).
Para malaikat, alam semesta, gunung-gunung,lautan dan semua yang ada di jagat raya ini bertasbih kepada Allah SWT. Mereka berzikir dengan caranya masing-masing. Maka, tak heran jika para nabi Allah, sahabat dan wali memasukkan zikir sebagai menu makanan mereka sehari-hari. Karena ternyata tak ada amal yang lebih ringan hambatannya dan lebih besar kenikmatannya serta lebih menyenangkan hati daripada kenikmatan berzikir kepada Allah.
Bahkan, gunung-gunung dan gurun-gurun merasa bangga dan senang terhadap orang yang berzikir. Ibnu Mas'ud r.a. berkata, "Sesungguhnya gunung akan memanggil gunung yang lain dengan namanya dan bertanya: 'Apakah pada hari ini telah lewat orang yang berzikir kepada Allah Azza wa Jalla?' Ketika di jawab, 'Ya, ada.' Maka gunung tadi pun bergembira.”
'Aus bin Abdullah menuturkan, "Sungguh rawa-rawa akan saling menyeru satu sama lain: 'Wahai tetanggaku, apakah pada hari ini telah lewat orang yang berzikir kepada Allah?" Sebagian menjawab, "Ya, ada" dan sebagian yang lain menjawab, "Tidak ada."
Rabi'ah Al-Adawiyah pernah berlama-lama memperhatikan kicauan burung ketika bertafakur. Suaranya begitu indah dan menyentuh perasaan. Apa yang sedang dikatakan burung itu? Adakah ia sedang mengucapkan sesuatu tentang keagungan Allah? Adakah ia sedang bermunajat kepada-Nya?
Maka, ia bertanya di dalam hatinya, "Mengapa saya tidak berzikir kepada Allah dengan nyanyian yang diiringi seruling? Bukankah setiap bait lagu bisa diubah dengan doa dan ungkapan tawadhu’ kepada-Nya? Mengapa tidak menjadikan nyanyian sebagai sarana mengadukan kerinduan kepada Allah?" Pertanyaan itu terus berkecamuk dalam hati Rabia’h, sampai akhirnya ia membaca dan merenungkan firman Allah dalam surat Al-Isra' ayat 44 tersebut di atas.
Disarikan dari buku Sebening Mata Hati karya Asfa Davy Bya, Hikmah, Mizan.
No comments:
Post a Comment